INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), berbagai informasi seputar pasangan calon (Paslon) semakin ramai di media sosial. Sayangnya, di balik gegap gempita kampanye daring dan pertarungan buzzer di dunia maya, warga pinggiran dan masyarakat desa justru merasa bingung dan terabaikan. Mereka merasa kurang mendapatkan informasi yang edukatif tentang proses Pilkada dan calon-calon yang akan mereka pilih.
Wardiman, salah satu tokoh pemuda Bantaran Sungai Arut, menyebutkan banyak warga pinggiran, mengaku kebingungan melihat banyaknya informasi simpang siur yang beredar di media sosial.
“Saya lihat banyak orang saling serang di Facebook dan Instagram. Ada yang dukung calon A, ada yang dukung calon B, tapi yang keluar malah saling salah-menyalahkan. Bukan memberikan informasi yang jelas tentang apa yang akan mereka lakukan untuk desa,” ujarnya.
Banyak warga di desa-desa terpencil dan pinggiran merasa belum mendapatkan informasi yang cukup mengenai visi, misi, serta program kerja dari para calon. Sebagian besar kampanye yang dilakukan oleh tim sukses cenderung berfokus di media sosial, sementara warga desa yang tidak terlalu aktif di dunia maya justru semakin terpinggirkan.
Berharap tim sukses para Paslon datang langsung ke pelosok desa. “Mereka di desa banyak butuh orang yang datang dan menjelaskan secara langsung, dengan bahasa yang mudah dipahami. Bukan sekadar perang kata-kata di internet. Banyak di antara mereka yang tidak paham media sosial, apalagi yang tua-tua,” kata Wardiman, Selasa (1/10).
Wardiman menambahkan bahwa seharusnya kampanye itu bukan hanya sekedar ajang perebutan kekuasaan, tetapi juga sarana untuk membuka pola pikir masyarakat desa tentang bagaimana pembangunan bisa berjalan dengan baik di wilayah mereka.
Fenomena buzzer atau pendukung fanatik di media sosial juga menjadi sorotan tersendiri. Alih-alih memberikan informasi yang edukatif dan mendorong diskusi yang sehat, para buzzer seringkali justru terlibat dalam adu argumen tanpa solusi. Mereka kerap menyalahkan pasangan calon yang lain, tanpa memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat tentang kelebihan atau program unggulan dari calon yang mereka dukung.
Hal ini diperparah dengan minimnya interaksi langsung antara para Paslon dan tim sukses dengan masyarakat desa. Kebanyakan dari mereka lebih fokus melakukan kampanye di kota-kota besar atau di dunia maya, yang justru kurang menjangkau pemilih di wilayah pinggiran.
“Media sosial memang penting, tapi jangan sampai itu jadi satu-satunya cara mereka kampanye. Karena yang di desa, lebih banyak yang butuh penjelasan langsung, tatap muka, dan dialog terbuka,” kata Wardiman.
Para pengamat politik menilai bahwa kehadiran calon atau tim sukses di desa-desa terpencil sangatlah penting untuk meningkatkan pemahaman politik masyarakat. Bukan hanya soal siapa yang akan dipilih, tetapi juga bagaimana mereka bisa terlibat secara aktif dalam proses demokrasi.
Edukasi politik ini bisa dimulai dari hal-hal sederhana, seperti menjelaskan tugas dan wewenang kepala daerah, hingga menyampaikan program kerja yang relevan dengan kebutuhan masyarakat desa.
“Di desa, isu-isu seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan petani adalah yang utama. Para Paslon harusnya fokus menjawab kebutuhan ini secara langsung, bukan hanya lewat buzzer yang sibuk berdebat di medsos,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa para Paslon dan tim sukses seharusnya tidak hanya mengandalkan media sosial, tetapi juga turun langsung ke lapangan untuk berdialog dengan warga desa. “Banyak dari mereka yang sebenarnya ingin tahu lebih banyak tentang proses Pilkada dan calon yang akan dipilih. Namun jika semua informasi hanya ada di dunia maya, mereka akan semakin sulit mengaksesnya,” tambahnya.
Warga desa berharap agar ke depannya, kampanye yang dilakukan oleh para Paslon bisa lebih merata dan tidak hanya berfokus di media sosial atau kota besar. Kehadiran fisik para calon dan tim sukses di desa-desa akan sangat membantu masyarakat dalam memahami pilihan politik mereka. Dengan begitu, Pilkada tidak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan di kota besar, tetapi juga benar-benar membawa dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk di wilayah pinggiran.
“Mereka tidak butuh janji-janji manis di media sosial. Yang dibutuhkan adalah kepedulian nyata, kehadiran langsung, dan penjelasan yang mudah dipahami. Kalau calon pemimpin bisa hadir di sini dan mendengar keluhannya, itu baru namanya pemimpin rakyat,” tutup Wardiman.
Sementara itu, Pilkada semakin dekat. Harapan warga pinggiran dan pelosok desa terus menggantung. Mereka menantikan calon pemimpin yang benar-benar peduli, yang bukan hanya beradu argumen di dunia maya, tetapi juga hadir mendengar suara hati rakyat kecil, mereka tidak butuh janji-janji manis dimedia sosial. Yang dibutuhkan adalah kedulian yang nyata, kehadiran langsung dan penjelasan visi misi yang rasional dan mudah dipahami.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian