website murah
website murah
website murah
website murah
website murah

Sering Beda Penentuan Awal Ramadan, Ini Fakta Lain NU dan Muhammadiyah

Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. (Ist)

INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA — Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah beberapa kali sering berbeda dalam penetapan awal Ramadan dan Lebaran. Ini dikarenakan perbedaan metode penentuan awal bulan komariah antara NU dan Muhammadiyah. Jika NU mengedepankan rukyatul hilal atau mengamati hilal sedangkan Muhammadiyah memakai perhitungan astronomi atau hisab.

Tahun ini, Muhammadiyah sudah menetapkan kapan 1 Ramadan 1443 H. Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal menetapkan 1 Maret 2025 sebagai awal puasa, sedangkan NU belum memutuskan awal Ramadan, biasanya akan bebarengan dengan hasil sidang isbat Kementerian Agama (Kemenag).

Namun bukan hanya perbedaan metode penentuan awal bulan komariah yang membedakan NU dan Muhammadiyah. Berikut ini perbedaan antara kedua ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.

Sejarah NU

NU didirikan pada 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H di Kota Surabaya oleh seorang ulama dan para pedagang untuk membela praktik Islam tradisionalis (sesuai dengan mazhab Syafi’i) dan kepentingan ekonomi anggotanya. Organisasi ini dipimpin oleh KH Hasyim Asy’ari sebagi Rais Akbar.

Pasang Iklan

Pandangan keagamaan NU, seperti dikutip dari Wikipedia, dianggap “tradisionalis” karena menoleransi budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Di bidang fikih, NU mengakui mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, tetapi dalam praktiknya mengandalkan ajaran Syafi’i.

NU yang pernah menjadi partai politik memiliki anggota berkisar 40 juta (2013)  hingga lebih dari 108 juta (2019) yang menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia.

NU menganut paham Ahlussunah wal Jama’ah, yaitu sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara Nash (Al-Qur’an dan Hadis) dengan Akal (Ijma’ dan Qiyas). Oleh sebab itu sumber hukum Islam bagi warga NU tidak hanya Al-Qur’an, dan As Sunnah saja, melainkan juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empiris.

Maka, di dalam persoalan aqidah, NU merujuk kepada Imam Abul Hasan Al Asy’ari, sedangkan dalam persoalan fikih, NU merujuk kepada Imam Syafi’i, dan dalam bidang tasawuf, NU merujuk kepada Imam Al Ghazali.

Sejarah Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KH Ahmad Dahlan.

Ada beberapa motif yang melatarbelakangi berdirinya gerakan ini seperti dikutip dari muhammadiyah.or.id. Di antara adalah keterbelakangan masyarakat muslim dan penetrasi agama Kristen. Ahmad Dahlan, yang banyak dipengaruhi oleh reformis Mesir Muhammad Abduh, menganggap modernisasi dan pemurnian agama dari praktik sinkretis sangat vital dalam reformasi agama ini. Pada tahun 2008, Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia dengan 29 juta anggota.

Pasang Iklan

Ciri yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan tajdid atau gerakan reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Assunah, sekaligus membersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah.

Selain gerakan pemurnian agama, Muhammadiyah identik dengan pembangunan sekolah Islam modern, berbeda dari pesantren tradisional. Beberapa sekolahnya juga terbuka untuk non-muslim. Pada 2006 ada sekitar 5.754 sekolah milik Muhammadiyah. Muhammadiyah juga berfungsi sebagai organisasi amal yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Pada 2016, memiliki beberapa ratusan klinik dan rumah sakit nirlaba di seluruh Indonesia. Muhammadiyah juga aktif dalam tugas-tugas sukarelawan dan kebencanaan dengan keberadaan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).

Perbedaan NU dan Muhammadiyah

Selain sejarah, berikut ini beberapa perbedaan antara NU dan Muhammadiyah yang dikenal di masyarakat seperti dikutip dari 99.co:

Nahdlatul Ulama

  • Dipengaruhi KH Kholil Bangkalan, KH Ya’kub, Syaikh Ahmad Amin al-Atthar, Syaikh Sayyid Yamani, Sayyid Sultan Ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Atthar, Sayyid Alawy Ibn Ahmad Al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayid al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadal dan Syaikh Sultan Hasym al-Dagastany
  • Membaca qunut saat salat subuh
  • Membaca selawat setelah azan
  • Tarawih 20 rakaat
  • Niat salat membaca ushalli
  • Niat puasa dengan membaca nawaitu sauma ghadin, niat wudlu dengan membaca nawaitu wudu’a
  • Tahlilan, Dibaiyah, barjanzi dan selamatan (kenduren)
  • Bacaan zikir setelah salat dengan suara nyaring
  • Azan subuh dengan lafad Ashalatu khair minan naum
  • Azan Jumat dua kali
  • Menyebut Nabi dengan kata Sayyidina Muhammad
  • Salat Id di masjid
  • Menggunakan Mazhab Empat dalam Fikih (Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi)

Muhammadiyah

  • Dipengaruhi oleh Syeikh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiai Mas Abdullah dan Kiai Faqih Kembang, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida
  • Tidak membaca qunut dalam salat Subuh
  • Tidak membaca selawat
  • Tarawih delapan rakaat
  • Niat salat tidak membaca Ushalli
  • Niat puasa dan wudu tanpa dijahr-kan
  • Tidak boleh Tahlilan, Dibaiyah, Berjanzi dan Selamatan (kenduren)
  • Zikir setelah salat dengan suara pelan
  • Azan Subuh tanpa Ashalatu khairu minan Naum
  • Azan Jumat satu kali
  • Tidak menggunakan kata Sayyidina
  • Salat Id di lapangan
  • Tidak terikat pada mahzab dalam fikih

Editor: Andrian

Berita Rekomendasi
Pasang Iklan