INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Kota Palangka Raya menggelar kegiatan Nobar dan Diskusi Santai Terkait dengan G30S/PKI di sekretariat KMHDI Kalimantan Tengah, Kamis 30 September 2021.
Kegiatan ini diinisiasi oleh pengurus Cabang KMHDI Palangka Raya guna merefleksikan kembali sejarah silam apa yang pernah terjadi di Bangsa ini beberapa puluh tahun yang lalu.
Tragedi G30S PKI secara garis besar terbagi menjadi dua versi yang sampai kapanpun tidak dapat dikompromikan antara versi pemerintahan orde baru dan versi anti-soeharto.
Ni Ketut Eka sintyawati selaku Ketua Pelaksana dan juga sebagai Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan menyampaikan, mengapa kegiatan nonton bareng ini dilaksanakan, yang pertama yaitu untuk meningkatkan analisa kader – kader supaya lebih tajam dalam menganalisa suatu permasalahan yang ada di film tersebut. Kemudian yang kedua, agar kader-kader melihat dengan jeli apakah film ini wajib ditayangkan atau tidak, mengingat masih banyak menuai perdebatan antara Pro Orde Baru dan Anti-Orde Baru.
“Kemudian setelah dilakukan nonton bareng tersebut, dilanjutkan dengan diskusi santai agar retorika dan dialektika kader-kader lebih pasif dan aktif dalam menyampaikan analisa melalui tontonan yang ditayangkan,” tutur beliau.
Setelah melaksanakan Nonton Bareng serta diskusi santai, suatu kesimpulan atau sintesis yang disampaikan oleh Juprianto selaku ketua PC KMHDI Palangka Raya, bahwa film ini tidak seharusnya wajib ditayangkan. Mengingat di masa itu film ini pernah diwajibkan untuk ditonton atau ditayangkan di masyarakat.
Ia juga berpendapat bahwa Film Pengkhianatan G30S/PKI ini adalah film tentang peristiwa sejarah yang menuai perdebatan jelang akhir September. Film Pengkhianatan G30S/PKI menceritakan sejarah kekejaman PKI terhadap 7 pahlawan Revolusi Indonesia. Menurutnya, film tersebut penuh dengan kepentingan penguasa pada zamannya.
Padahal menurut referensi yang ia baca, sebaliknya mengatakan bahwa apa yang terjadi pada saat itu adalah kudeta menggulingkan kekuasaan Soekarno yang dilancarkan oleh Soeharto, sehingga masih kontradiktif. Film ini juga banyak menuai perdebatan di kalangan kelompok Pro-Orde Baru dan Kontra-Orde Baru.
“Peristiwa ini cukup menjadi suatu peristiwa yang kelam di masa itu, jangan sampai peristiwa ini terulang kembali,” tutup Juprianto.