INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Setelah lama meninggalkan perusahaan karena berhalangan sejak tahun 2013 hingga tahun 2017, Cornelis akhirnya kembali ke perusahaan khususnya di PT BMB Manuhing yang ketika itu, ia mendapatkan kondisi perusahaan tidak sesuai dengan harapan. Kebun tidak terawat, jalan-jalan produksi rusak parah, produksi TBS turun, police line dimana-mana dan kondisi keuangan perusahaan kurang sehat.
Namun demikian, dengan kewenangan ia bertekad akan memperbaiki kondisi perusahaan yang dimulai dari pemeliharaan kebun. Hal itu ucapnya, mengingat semangat awal dalam membangun PT BMB bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang banyak, terutama masyarakat sekitar. Apalagi sebagai putra daerah dengan filosofi Maju Bersama secara Berkala untuk mengangkat harkat dan martabat keluarga besarnya serta masyarakat sekitar, khususnya masyarakat Kecamatan Manuhing dan Kabupaten Gunung Mas pada umumnya.
Setelah melihat kondisi perkebunan yang tidak terawat dan tidak ada harapan untuk menguntungkan perusahaan, dan akan berdampak pada dirinya sebagai pemilik saham yang tentu juga tidak akan mendapat dividen, apabila kondisi perkebunan tidak segera diperbaiki dan iapun akhirnya mengadakan pertemuan dengan Presiden Komisaris Mak Chee Meng, Yap sebagai Plantation Controller dan Subramaniam Arunasalam sebagai Plantation Manager untuk bersama-sama mencari solusi dalam menyehatkan keuangan perusahaan dengan langkah pertama memperbaiki jalan akses masuk kawasan perkebunan dan blok perkebunan dengan disepakati dia membeli alat berat, yaitu grader, vibro dan dua unit ekskavator.
Dalam pertemuan itu, Cornelis sempat bertanya, mengapa dia yang harus membeli alat berat. Mengingat operasional perusahaan menjadi tanggung jawab penuh manajemen. Mak Che Meng sebagai Presiden Komisaris beralasan karena keadaan keuangan perusahaan tidak mampu lagi untuk membeli alat berat. Akhirnya dia sepakat membeli alat berat yang diperlukan dengan dana pribadi untuk memperbaiki kondisi perkebunan.
“Setelah ruas-ruas jalan produksi diperbaiki dan jalan blok, contohnya jalan akses menuju mess sebelum diperbaiki memakan waktu 40-60 menit, sekarang berkat alat berat yang dia beli dengan cara kredit itu mampu ditempuh hanya dengan waktu 15 menit. Jalan-jalan blok untuk memperlancar angkutan tandan buah segar atau TBS ke jalan poros juga sudah baik karena terpelihara,” jelas Cornelis.
Lebih lanjut Cornelis mengatakan, berkat alat berat yang dia beli secara kredit tersebut, akses jalan-jalan produksi membaik dan produksi TBS terus meningkat dan permasalah hukum yang mana sebelumnya terdapat police line dalam kawasan kebun yang menjadi sengketa dapat diselesaikan dengan baik, keuangan perusahaan berangsur sehat.
Akhir tahun 2017 sampai 2018 kemudian dia mengusulkan kepada manajemen untuk membangun pabrik minyak kelapa sawit/CPO di PT BMB Manuhing mengingat potensi TBS baik dari kebun inti maupun kebun mitra dan masyarakat sekitar cukup besar. Usul itu mendapat sambutan baik dari manajemen.
Untuk merealisasi pembangun pabrik CPO, pada tanggal 1 Juni 2017, PT BMB dan PT CB Polaindo menandatangani kontrak kerja sama melalui Surat Nomor: PME/002/2017 (Local) untuk membangun pabrik CPO di Manuhing dengan kapasitas 45-60 ton/jam dan pada tanggal 9 Agustus 2017, yang ditandatangani oleh Cornelis sebagai Komisaris PT. BMB di Indonesia bersama Tan Hock Yew atas nama Direktur PT CB Polaindo, walaupun di sisi lain Tan Hock Yew juga sebagai Direktur di PT. BMB.
Selanjutnya Cornelis sebagai Komisaris PT BMB kembali membuat surat perintah kerja kepada Direktur PT CB Polaindo melaksanakan pekerjaan Land Clearing dan Cut-Fill tapak pabrik dan membangun sarana tempat tinggal sementara. Kontrak dan surat perintah kerja tersebut tentunya sudah menjadi keputusan bersama dan telah disetujui Mak Chee Meng sebagai Presiden Komisaris PT BMB dan Tan Hock Yew sebagai Direktur Utama PT BMB.
“Membangun pabrik tidak semudah membalik telapak tangan, tentu menemui kendala, terutama terkait pendanaan. Sementara yang katanya ada investasi masuk Rp1 triliun dari PMA AV-Ecopalm tidak tampak nyata. Apalagi selama saya tinggalkan, kondisi kebun tidak terawat. Lalu kemana investasi sebesar itu. Membangun kebun 1000 hektare saja tidak beres, jangan-jangan investasi ini hanya di atas kertas. Wala demikian saya tidak patah semangat dan punya solusi lain untuk mendanai pembangunan pabrik,” jelasnya.
Untuk mewujudkan rencana pembangunan pabrik, ia kemudian menawarkan solusi agar PT BMB mengupayakan pinjaman dana dari Bank. Dalam prosesnya, pihak bank meminta jaminan suplayer TBS dari masyarakat sekitar dan perusahaan lain yang bermitra dengan PT BMB mengingat PT BMB Manuhing hanya memiliki luas lahan inti 1.026 hektare. Luasan lahan tersebut tidak memenuhi pasokan TBS untuk pabrik yang rencananya akan dibangun dengan kapasitas produksi 45-60 ton/jam. Maka diperlukan bermitra dengan pihak lain.
Untuk memenuhi jaminan pasokan TBS sebagai persyaratan kredit dari Bank, harus ada kemitraan dengan badan usaha lain atau pihak lain atau masyarakat sekitar. Mengingat PT BMB berstatus PMA memiliki risiko hukum apabila bermitra secara langsung dengan masyarakat, sehingga diwacanakan ada badan usaha lain yang menjamin pasokan TBS dengan cara bermitra kepada masyarakat, dalam hal ini kelompok tani atau petani kelapa sawit di sekitar kebun.
Atas kesepakatan bersama kata Cornelis, dia kemudian diminta membuat perusahaan yang nantinya bermitra dengan masyarakat untuk menjamin pasokan buah ke pabrik CPO PT BMB. Atas kesepakatan tersebut, dibuatlah Commanditaire Vennootschap atau CV Dua Putri dan Cornelis Nalau Anton sebagai Direktur yang kemudian disusun dewan direksi sebagai tim marketing dari CV Dua Putri yang sekarang perusahaan meningkat status menjadi perseroan yaitu PT Dua Putri Sinarlapan.
Dengan telah dibuat CV Dua Putri, Cornelis Nalau Anton sebagai Direktur dan Tan Hock Yew sebagai Direktur Utama PT BMB menandatangani Kontrak Perjanjian Kerja Sama. Dalam perjanjian kerja sama CV Dua Putri berkewajiban menjamin ketersediaan TBS masuk pabrik, menyuplai pupuk dan bibit kepada masyarakat atau badan usaha lain yang bermitra dengan CV Dua Putri dan diwajibkan juga untuk mencari TBS sebanyak-banyaknya dari luar sebagai penampung tunggal TBS untuk pabrik PT BMB.
“Kepada CV Dua Putri diberikan penghasilan berupa fee dari harga TBS yang diterima pabrik. Bahkan sebelum pabrik operasional, karyawan CV Dua Putri digaji oleh PT BMB,” beber Cornelis.
Tindak lanjut dari penandatanganan Kontrak Perjanjian Kerja Sama tambahnya, CV Dua Putri kemudian melakukan pemetaan terhadap potensi kebun masyarakat sekitar PT BMB lalu membangun kerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes agar bisa menjamin ketersediaan pasokan TBS ke pabrik.
“Dari inventarisasi potensi kebun masyarakat seluas 6.334 hektare yang bermitra dengan CV Dua Putri, sehingga persyaratan tersebut kemudian disetujui oleh pihak Bank dan sekitar akhir tahun 2018 dana pinjaman dicairkan oleh pihak Bank kepada PT BMB. Selanjutnya pembangunan pabrik dimulai dan diuji coba operasional pada bulan Februari 2019, serta beroperasi secara resmi pada Bulan April 2019,” urainya. (**)
Editor: Irga Fachreza