Oleh : Favi Aditya Ikhsan
(Akademisi IAIN Palangka Raya)
Jelang pesta demokrasi tahun 2024 di yakni event pemilu ataupun pilkada serentak merupakan sejarah pertama yang dilakukan oleh Negeri ini, dan tentu KPU akan bekerja keras untuk mensukseskan melahirkan pemimpin dan wakil rakyat seiring harapan rakyat.
Sebagai lembaga penyelenggara yang andil mewadahi bagi kandidat legislatif ataupun eksekutif KPU membuka ruang bagi siapa saja yang minat sebagai kontestator pada gelaran pilpres, pileg dan pilkada tentu harus mematuhi perundangan yang berlaku seperti pencalonan presiden dan wakil presiden serta caleg yang diatur pada UU no 7 Tahun 2017 tentang Pemilu kemudian persyaratan calon kepala daerah di Indonesia baik sebagai gubernur dan wakil gubernur maupun bupati dan wakil Bupati/walikota dan wakil walikota yang dapat mengikuti pemilihan diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang ditetapkan menjadi Undang-Undang.
Sesuai tugas dan kewenangan KPU pada UU Pemilu di pasal 15 dan 16 tahun 2017 Tugas dan Wewenang KPU Provinsi juga mewadahi para konstituen dalam mewasilahi memilih calon wakil atau pemimpinnya saat gelaran pemilu atau pilkada. KPU juga memiliki tugas & kewenangan dan berperan melakukan up date serta memvalidasi jumlah pemilih agar konstituen bisa mencoblos di wilayahnya dengan pilihan nuraninya terhadap kandidat yang telah ditetapkan nanti oleh KPU.
Kaitan edukasi politik, KPU sendiri bukan satu-satunya pihak yang berupaya mengedukasi masyarakat soal politik tetapi secara idealnya semua pihaklah untuk terus mencerdaskan masyarakat soal politik ini, tak terkecuali parpol dan kandidat yang menjadi peserta pemilu itu sendiri secara formal dan moral mereka sangat berperan untuk memberikan wawasan politik terhadap konstituen agar konstituen memiliki kesadaran politik dan andil mengedukasi dan mengkonstruksi pesan pendidikan politik pada kelompok atau individu masyarakat lainnya artinya muaranya ialah konstestan politik andil besar berperan disini agar pendewasaan politik kita menjadi lebih baik. Tentu, supaya konstituen dalam melihat politik lebih arif guna ouput demokrasi itu sendiri dapat dirasakan setelah masa kontestasi usai dengan hasil yang optimal.
Politik dan moral menjadi point penting saat event 5 tahunan ini berlangsung, dengan kesadaran politik yang baik maka konstituen bisa menuntut secara berani ketika pilihannya tidak mewujudkan janji kampanyenya. Tuntutan ini sangat jarang terdengar dilingkungan konstituen kita karena secara eksplisit mungkin si kandidat sudah merasa “selesai” kala di “tukar” dengan “oleh-oleh” di subuh hari H. Persoalan macam ini santer terdengar ditelinga kita, kita mengetahui hal demikian tetapi kita pula yang sering mengaminkan atas tindakan pragmatisme politik tersebut hingga tuntutan kampanye yang bersifat global yang barang kali hajatan besar bagi masyarakat tersebut dapat dirasakan oleh khalayak ramai dan dapat manfaatnya berujung zonk tidak dapat dirasakan pada 5 tahun mendatang karena adanya ritual “selesai” melalui serangan fajar semisalnya, artinya daulat rakyat telah terbeli. Terus 2024 bagaimana?jawabnya : jangan-jangan lagi.
Kesadaran Politik itu Kunci
Kesadaran ini yang menjadi penting bagi penyelenggara dan peserta pemilu untuk berlaku adil, jujur, berintegritas serta wajib mengingat janji bagi kandidat saat diucapkan pada konstituen untuk bisa direalisasikan saat “duduk” kelak. Terlebih bagi konstituen masyarakat harus belajar dari masa lalu dan berani memutuskan untuk menolak segala bentuk pragmatisme sesaat (baca: politik uang) dari kandidat ketika menentukan pilihannya saat hari H karena dengan selesai diawal kata tuntutan nampak tidak berlaku pasca dilantik, ini faktanya. Akhirnya rakyat terbungkam atas lakunya sendiri.
Sederhana sebenarnya tapi sulit kita lakukan, sederhananya coblos dan kawal kandidat yang sudah searah dengan harapan masyarakar agar masyarakat bisa menuntut jika tidak menjalankan amanah itu dengan baik (kesadaran politik).
Perilaku liberalisasi politik oleh peserta pemilu dan konstituen dalam pemilu kita selama ini hakikatnya terbeli dan kita mengaminkan kedaulatan rakyat terbeli itu dalam keadaan sadar. Saat terpilih kandidat tersebut dipastikan lupa sebab liberalisasi politik dalam bentuk transaksional politik yang menganggap sudah “selesai” diawal terhadap konstituen dipastikan konstituen tidak bisa menuntut balik atas pilihannya dan akhirnya tipis harapan akan adanya tuntutan apapun itu muncul dari konstituen kepada wakilnya ataupun pemimpinnya. Ujungnya konstituen hanya bisa gigit jari dan “ngedumel” setelahnya.
Moment event 5 tahun ini begitu penting bagi rakyat karena semua kebijakan politik akan diatur dan dilaksanakan pasca kandidat dilantik artinya tuntutan dari konstituen bisa terlaksana jika kesadaran politiknya memang berdiri tegak dan tidak goyah dari awal karena masyarakat berhak menuntut hajatan rakyat di wilayahnya agar bisa diperjuangkan oleh kandidat dilegislatif yang terpilih terlebih pada kandidat eksekutif seorang kepala daerah.
Edukasi pendidikan politik bagi masyarakat tidak hanya bagaimana memahami mekanisme penyelenggaraan secara formal saja tapi juga komitmen masyarakat bersama KPU dan peserta pemilu parpol dalam memiliki komitmen yang kuat untuk mencerdaskan politik objektifitas perlahan mulai mengikis politik identitas yang sering terjadi dalam mendekati konstituennya. Visi Misi dari parpol ataupun kandidat yang difasilitasi KPU agar sampai kepada konstituen harus benar-benar tersosialisasi ke bawah masyarakat hingga dengan demikian masyarakat bisa mendapatkan informasi rinci terlebih dari visi misi parpol dan kandidat itu sendiri yang diperoleh masyarakat dari penyelenggara.
Terlebih kandidat sudah dikenal dan berani mengenalkan diri pada lingkungan masyarakat bukan hanya kandidat formalitas atau hanya memiliki besarnya modal maka bisa lebih mudah mengeksekusi “urusan” akhir, tapi jauh dari itu maka masyarakat berhak menilai komitmen dan kapasitas kandidat juga menjadi hal utama agar jangan lengah.
Hal serupa juga pada kandidat dalam mendekati konstituen saat berkenalan, berkampanye, membujuk, menyamakan persepsi harus dengan komitmen yang serius dalam mengkonstruksi persepsi konstituen dengan menonjolkan kapasitas yang dimilikinya bukan hanya mengandalkan “Bin atau Binti” saja atau hanya mengandalkan “modal” besar sebab membangun persepsi politik kepada masyarakat itu poin dari hajatan politik itu sendiri.
Konstituen harus berani menanamkan kepada dirinya untuk berani menuntut dan berdaulat atas dirinya jangan mau dibeli dengan harga ratusan ribu saja, ini yang harus dipraktekkan nantinya saat pemilu 2024 agar politik kerakyatan itu bisa terwujud di parlemen ataupun di eksekutif.
Memola politik objektifitas ini tidak mudah tapi setidaknya kesadaran untuk berkomitmen menjadi keywordnya, ajak parpol dan kandidat untuk berkomitmen saat gelaran event 5 tahunan ini antara peserta pemilu dan masyarakat agar jelas arah kepemimpinan dan keterwakilan itu seperti apa, bukan hanya aktifitas event politik biasa saja setelahnya lenyap. Rakyat mari lakukan.
Rakyat Berdaulat di Tempat Pemungutan Suara
TPS ini merupakan wadah pengumpulan awal suara-suara rakyat atau harapan masyarakat kepada pilihannya melalui parpol atau kandidat yang dicoblos dan akhirnya ditetapkan KPU siapa yang menang dan terpilih karena akhir dari gelaran event politik ialah soal angka soal siapa yang terpilih dengan jumlah angka terbanyak maka dialah yang terpilih bukan soal narasi. Artinya kemenangan itu berada pada angka yang akan ditetapkan oleh KPU dan angka itu berasal dari suara rakyat.
Klimaks penentuan suara rakyat, suara tuntutan kepada calon pemimpin dan wakilnya ialah saat di TPS itu sebab daulat rakyat pada hari pencoblosan menentukan arah bangsa ini pada 5 tahun mendatang dan jika dibeli daulat rakyat ini mau apalagi rakyat, tamatlah kita. Maka dari itu kesadaran politik ini kunci masyarakat menjadi penuntut utama bagi kandidat yang terpilih dari hasil demokrasi itu.
Pun, utamanya wibawa penyelenggara ialah berada pada partisipasi dan antusias masyarakat saat mencoblos serta berkewajiban mengamankan suara rakyat yang telah dicoblos oleh rakyat agar tidak dipermainkan oleh kecurangan oknum. Komitmen KPU menjadi hal substansi utama dalam tiap tingkatannya dari PPS, PPK, KPU Kab/Kota, KPU Provinsi hingga KPU Pusat wajib objektif jangan bermain-main pada tiap tahapannya terutama saat membagi undangan pemilih, menghitung suara dan merekap pada tiap fasenya dalam mengawal suara rakyat yang telah diinginkan konstituennya saat hari pencoblosan. Tentu juga peran lembaga pengawas melalui organisasi kepemudaan dan masyarakat hingga lembaga kewenangan langsung seperti Panwascam, Bawaslu Kab/Kota, Bawaslu Provinsi hingga Bawaslu Pusat andil mengawasi secara objektif kondisi di arena TPS jika ada temuan yang tak sesuai regulasi yang berlaku saat proses itu berlangsung.
TPS ini wajib diperkuat dan harus pihak-pihak yang berada didalamnya memiliki integritas saat menjadi PPS. Mereka itu pihak-pihak yang tidak mudah diperdaya oleh oknum, mengapa? Seperti yang penulis sampaikan diatas TPS ini ialah penentu awal dan wadah berkumpulnya harapan dari suara rakyat. Siapapun tidak boleh menganggap enteng dan mainan saat di TPS ini, TPS muara dari hasil rekapan akhir yang berada di tingkat KPU Kabupaten/ Kota, Provinsi hingga KPU Pusat agar mendapatkan hasil yang valid artinya penyelenggara wajib memiliki integritas yang serius dalam mengawal suara rakyat pada tiap jenjangnya karena dengan hasil pemilu atau pilkada yg aman, jujur, transparan, akuntabel, integritas, mampu mengendalikan penyelenggaran dengan objektif serta mengajak partisipasi pemilih dalam memilih juga prestasi klimaks dari kinerja KPU pada tiap levelnya hingga usainya event politik.
Akhirnya..
Era demokrasi hari ini menyilahkan bagi siapapun tanpa terkecuali untuk masuk andil berperan di dunia politik dengan cara mengikuti kontestasi politik event 5 tahunan ini. Semua kalangan element masyarakat dari masyarakat kalangan elit, menengah hingga bawah memiliki hak yang sama untuk dipilih kala menjadi kandidat pada saat pesta demokrasi terlebih sebagai konstituen yang andil menentukan pilihan pemimpinnya di eksekutif atau wakilnya di legislatif. Maka manfaatkan sebaik-baiknya untuk berpartisipasi sebagai peserta pemilu atau sebatas hak konstituen saja. Pada dasarnya dengan kita berpartisipasi politik secara objektif akan mengarahkan arah Negeri ini jauh lebih baik dalam tiap putusan politik yang ditelurkan nantinya tentu pemimpin dan wakil kita yang merealisasikan. Ya, ujungnya untuk rakyat akhir segala event politik ini bukan untuk golongan tertentu.
“dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.