Afrizal Mugi Raharjo
Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Palangka Raya
Pungutan atau iuran wajib yang diwajibkan pada hal tertentu sebagai objeknya dan juga orang tertentu sesuai dengan undang-undang pajak merupakan definisi pajak secara singkat menurut saya. Dan tentunya pemungutan tersebut dilakukan oleh pemerintahan yang sah. Hasilnya guna menjalankan roda pemerintahan. Tidak mungin sebuah negara bisa hidup tanpa keuangan yang memadai termasuk dalam hal ini negara kita indonesia.
Mengutip dari laman resmi Kemenkeu pada 2021, pendapatan negara menacapai Rp2.003,1 triliun. Jumlah ini merupakan jumlah dari keseluruhan cabang pendapatan negara. Salah satu cabang yang mengumpulkan torehan pendapatan negara tersebut dengan nilai Rp1.277,5 triliun adalah pajak. Hal ini sudah pasti terjadi dan juga merupakan fungsi dari pajak itu sendiri.
Banyak sekali jenis pajak di Indonesia, salah satunya adalah pajak pertambahn nilai atau yang lebih dikenal dengan sebutan PPN. Pajak ini dikenakan baik terhadap PKP maupun non PKP untuk setiap penghasilan jasa maupun barang. Dasar hukum Pajak Penghasilan Tambahan atau PPN adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Kita melihat fakta empiris banyak sekali usaha jasa dan barang di sekitar kita tentunya hal ini dapat menjadi objek pengenaan PPN guna menambah serta menjalankan kewajiban yang diamanatkan oleh undang-undang.
Memaksimalkan pendapatan pajak dari PPN ini dapat mendongkrak fasilitas pelayanan sekolah, rumah sakit dan lainnya. Selain itu juga dapat mengamankan keuangan negara sehingga tidak perlu lagi menambah catatan utang.
Membaca fakta dan narasi di atas, tentunya kita mendapati fakta yang tak terelakan yaitu pajak merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi negara. Maka sudah sewajarnya jangan sampai adanya tindakan-tindakan yang merugikan negara dalam hal perpajakan. Ada beberapa hal yang membuat masyarakat enggan membayar pajak namun salah satunya adalah legitimasi terhadap pajak itu sendiri seperti kasus korupsi hingga kebijakan yang dirasa tidak tepat dengan dana yang bersumber dari pajak. Sederhananya para wajib pajak berpikir untuk apa membayar pajak yang ujung-ujungnya manfaatnya tidak ia rasakan yang penghasilannya dari keringat wajib pajak itu sendiri. Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak membayar pajak.
Fokus kita kali ini adalah praktek tax avosion atau penggelapan pajak yang mana praktik ini dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan objek pajak sebelum surat ketetapan pajak. Tentunya dalam PPN sangat rawan untuk memanipulasi mengenai transaksi. Menurut saya sebagai seorang yang lulus dari sekolah menengah kejuruan jurusan akuntansi paham betul hal tersebut sangat mudah dilakukan. Laporan keuangan hanya memerlukan kata balance sebagai tanda keabsahan. Mungkin untuk perusahaan-perusahan besar ini akan sulit dilakukan karena sangat kentara jika melakukan penggelapan namun berbeda dengan usaha-usaha menengah yang tidak terhitung jumlahnya di indonesia.
Direktorat Jendral Pajak melucurkan Electronic Filing Identification Number atau yang disingkat EFIN sistem transaksi online perpajakan ini memudahkan pelaporan SPT hingga setip transksi kena pajak yang dilaporkan berkala namun hal ini juga tidak dapat sepenuhnya mennggulangi tindakan tax evosion jika dilakukan dengan cara tidak melaporkan transaksi yang seharusnya kena PPN. Hal ini sangat merugikan negara dengan mengurangi pendapatan negara melalui pajak.
Kita memerlukan sistem pelaporan pajak yang lebih berfokus pada hal-hal demikian jangan sampai hak negara yang merupakan cara negara hidup digelapkan dengan cara yang tidak benar.dan perlu dingat bahwa pelaku penggelapan pajak dapat dipidanakan. Penggelapan pajak sebagai suatu tindakan atau sejumlah tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, Sedangkan dalam hukum pidana “Penggelapan itu sendiri” diatur dalam pasal 372 KUHP.