INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Perang antara Rusia dan Ukraina sejak 24 Februari 2022 lalu disebut Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin bakal memengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.
Dalam paparannya, Mukhtarudin mengatakan, dampak yang dimaksud memang bukan dampak yang terjadi secara langsung.
“Semua ini berawal dari perang yang membuat harga minyak mentah dunia naik,” terang Mukharudin, Jumat (18/3/2022).
Mukhtarudin mengatakan bahwa perang Rusia-Ukraina bisa berimbas pada kenaikkan harga Minyak dunia (crude) dan beberapa komoditi migas lainnya.
Harga minyak mentah acuan dunia melonjak lebih dari 8 persen pada perdagangan Kamis (17/3) waktu AS.
Pasar minyak bangkit usai lesu beberapa hari terakhir, ditopang oleh pelemahan stok dalam beberapa pekan ke depan akibat sanksi terhadap Rusia.
Minyak mentah berjangka Brent meroket 8,79 persen ke posisi US$106,64 per barel, menjadi kenaikan tertinggi sejak pertengahan 2020.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) juga melonjak 8,35 persen menjadi US$102,98 per barel.
“Melonjaknya harga minyak dunia tersebut bisa memicu tekanan terhadap APBN dan anggaran negara, khususnya terkait subsidi energi dan nilai kompensasi produk penugasan (JBKP),” kata dia.
Apalagi, lanjut Mukhtarudin, mengingat Indonesia merupakan net-Importir BBM, maka secara konsolidasi kenaikan harga minyak tidak terlalu memberikan keuntungan secara bisnis hilir.
“Jadi kondisi kenaikan harga minyak dunia bersamaan dengan program pemulihan ekonomi negara, sehingga terjadi kenaikan demand yang cukup signifikan,” tutur Mukhtarudin.
Namun, politisi Golkar Dapil Kalimantan Tengah ini bilang jika harga crude dan bahan baku juga mengalami kenaikan sehingga terjadi dilematis untuk mengambil keputusan menaikkan harga.
Untuk itu, Anggota Banggar DPR RI ini menyampaikan bahwa dengan melihat kondisi masyarakat saat ini memang belum memungkinkan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Mengingat daya beli masyarakat masih rendah dan ditambah lagi dengan naiknya harga-harga komoditas pangan, pasti akan sangat memberatkan masyarakat jika harga BBM dinaikan,” kata Mukhtarudin.
Namun jika pemerintah terpaksa harus menyesuaikan harga solar bersubsidi dan BBM penugasan, lanjut Mukhtarudin, maka sebagai antisipasi dampak sosial masyarakat, anggaran kompensasi untuk produk BBM bersubsidi & JBKP yang diberikan kepada Pertamina dapat diubah bentuknya menjadi bantuan langsung tunai kepada masyarakat kurang mampu atas kenaikan harga BBM tersebut.
“Kemudian perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat bahwa harga minyak saat ini sangat tinggi, sehingga diharapkan agar masyarakat menggunakan BBM dengan bijak dan hemat sesuai keperluannya,” ujar Mukhtarudin.
Kendati demikian, Mukhtarudin mendorong pemerintah untuk memastikan penugasan BBM PSO dan JBKP ke PT Pertamina tidak menimbulkan kerugian bagi pertamina dan mengevaluasi besaran nilai subsidi dan kompensasi.
Kemudian, Pemerintah perlu mempercepat pembayaran piutang subsidi dan kompensasi periode sebelumnya untuk perbaikan cashflow Pertamina,” pungkasnya.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian