INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Pemerintah diminta untuk lebih berhati-hati dalam menyikapi tren transisi Energi Baru Terbarukan (EBT). Sebab, hal itu justru berpotensi menimbulkan krisis energi jika disikapi secara berlebih.
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin lantas menyoroti negara-negara seperti Inggris, Uni Eropa, China, dan India yang terlalu progresif menyambut program EBT. Mereka jadi terkena dampak krisis energi akibat harga gas alam yang melambung.
Hal tersebut menurut Mukhtarudin, agar pengembangan dan pengelolaan di sektor energi nasional dapat terintegrasi dengan baik, .
Dirinya meminta agar pemerintah perlu berhati-hati dan penuh kearifan dalam melakukan langkah transisi menuju energi baru dan terbarukan (EBT).
“Saya kira, transisi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) perlu kehati-hatian dan kearifan,” ujarnya, Selasa 12 Oktober 2021.
Politisi Golkar Dapil Kalimantan Tengah ini mengaku pihaknya sedang mempelajari agar dapat dicarikan solusi mengenai langkah integrasi yang baik terutama dalam konteks menjaga transisi energi.
“Transisi energi tidak mungkin dilakukan secara spontanitas, karena perlu ada proses waktu penyesuaian yang harus dilakukan,” imbuh Mukhtarudin.
Anggota Banggar DPR RI ini mengingatkan jangan sampai transisi energi ini nantinya menimbulkan persoalan, seperti yang kini terjadi di sejumlah negara di Eropa dan China, di mana mereka mengalami krisis energi karena pasokan energinya terganggu.
“Berkaca dari hal tersebut, sistem energi nasional harus terintegrasi untuk mencegah hal yang serupa terjadi. Jadi tidak boleh parsial (transisi) energi ini, harus terintegrasi secara baik,” pungkas Mukhtarudin.
Diketahui, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan akan ditingkatkan dalam proyek pembangun pembangkit listrik di Indonesia.
Dalam pelaksanaan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 partisipasi swasta sebesar 64,8 persen dari total pembangkit listrik 40,6 gigawatt yang akan dibangun hingga 10 tahun ke depan.
Dia menambahkan bahwa sektor swasta juga akan mengembangkan 56,3 persen dari total 20,9 gigawatt pembangkit listrik dari energi baru terbarukan.
Menurutnya, RUPTL PLN 2021-2030 sebagai RUPTL hijau karena porsi penambahan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 51,6 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penambahan pembangkit fosil sebesar 48,4 persen. (Yusro)