INTIMNEWS.COM, JAKARTA – DPR telah mengesahkan rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang, Selasa 12/04/2022 kemarin. Namun, satu pihak masih menyuarakan penolakannya terhadap UU tersebut, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Fraksi PKS berpandangan pembentukan undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana kesusilaan, termasuk di dalamnya kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual harus memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016. Dalam Pertimbangan hukumnya, hakim MK menegaskan diperlukannya langkah perbaikan untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana kesusilaan.
“Pimpinan yang sangat saya muliakan, saya harap kita bisa mengambil kesempatan ini, untuk mengembalikan hukum bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila, UUD dan norma yang hidup di masyarakat,” ujar anggota Baleg Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf saat menginterupsi rapat paripurna ke-19 Masa Sidang IV Tahun Sidang 2021-2022.
“Terutama di bulan Ramadhan, kita ambil dan kita sahkan apa yang sudah disepakati oleh seluruh fraksi pada periode lalu, yaitu RKUHP dan telah menjadi carry over pada periode ini,” lanjutnya.
Adapun payung hukum yang mengatur detail tentang kesusilaan, seperti seks bebas, termaktub dalam revisi Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP). Namun DPR urung mengesahkannya, meskipun Komisi III telah melakukan pengambilan keputusan tingkat I pada akhir periode 2014-2019.
Rumusan tindak pidana kesusilaan yang diatur dalam RKUHP, menurut Fraksi PKS sudah komprehensif. Karena meliputi perbuatan yang mengandung unsur kekerasan seksual dan yang tidak mengandung unsur kekerasan seksual, seperti perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis.
Sementara dalam KUHP saat ini, norma perzinaan masih bermakna sempit dan tidak bisa menjangkau hubungan suami istri yang dilakukan oleh pasangan yang belum terikat perkawinan. Pengaturan tentang tindak pidana perzinaan ini perlu diatur dengan memperluas rumusan delik perzinahan dalam Pasal 284 KUHP yang mencakup perzinaan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.
Fraksi PKS juga mengusulkan untuk memasukkan ketentuan larangan hubungan seksual berdasarkan orientasi seksual yang menyimpang dalam RUU TPKS. Dengan mengakomodasi pemidanaan bagi pelaku penyimpangan seksual, baik dilakukan terhadap anak maupun dewasa.
Mengutip dari laman Komnas Perempuan, lembaga layanan dan Badilag. Sejak tahun 2021, sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan dengan rincian, pengaduan ke Komnas Perempuan 3.838 kasus, lembaga layanan 7.029 kasus, dan BADILAG 327.629 kasus.
Pengesahan UU TPKS ini diharapkan dapat menekan kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan. UU TPKS ini juga diharapkan mampu memenuhi rasa keadilan bagi korban, sehingga kompromi politik dalam proses legislasi dapat dihindarkan.
Penulis: Adit
Editor: Andrian