INTIMNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, mengusulkan pembatasan masa jabatan Ketua Umum Partai Politik. Mengacu pada pembatasan Presiden hanya dua periode, seharusnya pembatasan masa jabatan Ketua Umum Parpol juga diberlakukan dalam ketentuan perundangan.
“Contohnya presiden jabatan dua periode, tapi ketua umum partai tidak ada pembatasan,” ujar Mardani di Media Center DPR Jakarta, Kamis (25/3) seperti dikutim dari Siberindo.co (group Intimnews.com).
Mardani yakin revisi UU ini akan menjadi sebuah proses reformasi di internal partai politik di Indonesia. Itu sesuatu yang bagus, karena partai politik sumber utama rekrutmen kepemimpinan. Kalau tidak ada reformasi di partai politik susah.
“Pmbatasan masa jabatan presiden jelas diatur dalam konstitusi. Sedangkan masa jabatan ketua umum parpol tidak diatur UU sehingga tidak ada proses regenerasi, katanya.
Dikatakan, tidak elok apabila jabatan sebagai ketua umum di internal partai politik berlangsung lama. Padahal, partai politik mempunyai posisi dan peranan penting setiap sistem demokrasi.
“Makin lama tidak ada pembatasan, terjadilah partai yang tidak melayani, sibuk ke atas, itu buruk. Demokrasi, tanggung jawab kita bersama,”tuturnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid mengatakan, proses demokrasi tidak berjalan karena dikungkung politik kekuasaan.
Dia mencontohkan usul revisi UU Pemilu yang ditolak, padahal Pemilu serentak 2019 jelas mengakibatkan 800 an penyelenggara pemilu meninggal akibat kelelahan.
Belum lagi problem sekitar 172 kepala daerah yang akan dijabat oleh pelaksana tugas (Plt) karena ditolaknya pembahasan revisi UU Pemilu.Itulah yang dikhawatirkan.
Pengamat geopolitik, Hendrajit, mengatakan, kesalahan demokrasi pasca reformasi adalah tidak menjadikan geopolitik menjadi dasar untuk membangun strategi politik nasional.
Sehingga kebijakan, produk hukum dan UU yang dibuat tidak nyambung dengan rakyat. Karena itu, demokrasi kita harus ditata ulang, direkonstruksi.
“Ironi demokrasi pasca reformasi semua bisa terjadi seperti KLB Demokrat di Sibolangit, 7 menit juga beres. Hanya saja Demokrat seharusnya tak berkeluh-kesah tapi introspeksi ke dalam, apakah sistem yang berjalan ini sudah benar atau tidak?” tanya Hendrajit. (*)