INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) terancam digugat oleh PT Kapuas Prima Coal (KPC) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya.
Hal ini disampaikan oleh Penasehat Hukum PT Kapuas Prima Coal Tbk, Mahdianur, bahwa sebelum PT Kapuas Prima Coal Tbk mengajukan upaya hukum ke PTUN, sebagaimana telah diatur di dalam undang-undang, PT KPC Tbk terlebih dahulu harus mengajukan banding administrasi ke BPN.
“Banding administrasi yang dilayangkan ke BPN ini dilatarbelakangi dari tidak dikeluarkannya HGB ke-8 PT KPC Prima Coal di Bumiharjo, Tanjung kalap, Kelurahan Kumai Hulu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat,” kata dia saat diwawancarai wartawan, Rabu (15/12/2021).
Lanjut Mahdianur, berdasarkan versi BPN lokasi HGB ke-8 tersebut berada di HPL PT Pelindo. Padahal diketahui PT KPC Tbk ini sudah memegang izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
“Dengan sudah diajukannya surat banding administrasi ke BPN, maka PT Kapuas Prima Coal Tbk hanya tinggal menunggu proses jawaban dari pihak BPN itu sendiri dengan tenggat waktu selama 14 hari terhitung dari diterimanya surat banding administrasi tersebut,” tegas dia.
Namun, kata Mahdianur, apabila banding administrasi tersebut tidak ditanggapi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) maka pihaknya akan mendaftarkan perkara tersebut ke PTUN Palangka Raya dengan materi gugatan penerbitan atas hak pengelolaan oleh BPN Kotawaringin Barat ke PT Pelindo.
Dirinya menyebut penerbitan HPL tersebut bertentangan dengan undang-undang, penerbitan HPL juga tidak sesuai prosedur dan melanggar azas-azas pemerintahan yang baik, terutama azas kecermatan.
“Bilamana BPN Kobar dapat menyelesaikan persoalan tersebut secara baik dan damai, maka kami akan menyambut baik hal itu, dan kami sebagai korban tentu saja tidak mau dirugikan dalam perkara ini,” kata Mahdianur..
“Karena kami juga sudah mengantongi izin dari pemerintah, terutama izin pelepasan kawasan,” tegasnya.
Kemudian kata Mahdianur, untuk dicermati juga areal tersebut sebelum adanya Perda tahun 2003 sampai saat ini masih berada dan bahkan berstatus kawasan hutan.
“Yang jadi pertanyaan kami apakah boleh menerbitkan HPL di dalam kawasan hutan,” tandasnya.
Sementara di tempat terpisah, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotawaringin Barat, Jaelani menjelaskan bahwa permohonan PT KPC tidak bisa ditindaklanjuti lantaran di atas bidang tanah tersebut berada di atas tanah HPL milik PT Pelindo.
“Proses ini tidak kita lanjutkan, karena terdapat tumpang tindih dengan HPL PT Pelindo,” tegasnya.
Ia mengakui bahwa di kawasan Bumi Harjo, Kecamatan Kumai ada sebagian kawasan yang berstatus hutan dan ada sebagian kawan yang berstatus HPL. Dan salah satu yang diajukan oleh PT KPC adalah berada di kawasan hutan yang sudah didapat dengan surat pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan.
Sementara itu PT Pelindo sejatinya masuk dalam kawasan hutan tetapi sudah di keluarkan dari kawasan tersebut dengan terbitnya HPL dari BPN.
Diterangkannya, bahwa Pelindo mengantongi penerbitan sertifikat itu berdasarkan peraturan yang lama, di mana pada saat penerbitan itu masih dalam Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) dan Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lain (KPPL), namun setelah adanya surat dari Kemenhut tahun 2008, bahwa perizinan yang berada dikawasan hutan ditangguhkan.
“Pelindo sendiri sudah disertifikatkan di tahun 2000, kalau menurut saya ini keterlanjuran, artinya pihak Pelindo sekarang harus mengajukan untuk pelepasan kawasan,” kata dia.
Terkait dengan banding administrasi yang dilayangkan oleh PT KPC Tbk, pihaknya terlebih dahulu akan mempelajari surat tersebut dan akan memberikan jawaban secara resmi.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian