INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Di tengah hiruk pikuk Pilkada yang semakin dekat, suara rakyat kecil di Kotawaringin Barat seakan-akan hanya menjadi pelengkap.
Mereka yang hanya dilirik saat masa kampanye, sering kali merasa diabaikan ketika pemimpin yang mereka pilih telah menduduki jabatan, Sabtu 29 Juni 2024.
Amat, seorang warga Kotawaringin Barat, mengungkapkan kekecewaannya dengan nada pasrah.
“Ini sudah biasa. Siapapun pemimpinnya tidak ada bedanya bagi kami. Yang terpenting adalah hidup rukun. Jangan sampai ikut-ikutan masalah politik yang hanya membuat rakyat kecil berantem,” ujar Amat sambil menyeruput kopi hitam di warung sederhana.
Menurut Amat, perdebatan sengit antar calon bupati maupun gubernur sering kali memancing emosi pendukungnya.
Ironisnya, para calon yang saling serang melalui kata-kata pedas itu sering kali tetap bisa duduk bersama dan bercengkrama seakan-akan tak ada perseteruan.
“Mereka yang nyalon bisa saja perang kata-kata di depan umum, tapi di belakang mereka ngopi bareng. Kan lucu jadinya kalau kita yang di bawah sampai adu fisik karena hal itu,” lanjut Amat.
Fenomena ini bukan hal baru. Warga kecil sudah sering melihat politisi yang datang saat kampanye dengan janji-janji manis, namun kemudian menghilang setelah terpilih.
“Kita hanya dicari suaranya saja. Setelah itu? Ya sudah, mereka lupa,” ujar Siti, seorang penjual sayur di pasar tradisional.
Namun, harapan untuk perubahan masih ada di hati beberapa warga. Mereka berharap, pemimpin yang terpilih nanti benar-benar memperhatikan kesejahteraan rakyat kecil dan tidak hanya mementingkan kepentingan politik pribadi.
Di sisi lain, para calon bupati dan gubernur terus berusaha menarik simpati warga dengan berbagai program dan janji. Dari pembangunan infrastruktur hingga bantuan sosial, segala cara diupayakan agar mendapat dukungan.
Tetapi, bagi rakyat kecil seperti Amat dan Siti, yang terpenting adalah hidup dalam kedamaian dan tidak terpengaruh oleh pertikaian politik.
Mereka hanya ingin menjalani hidup dengan tenang, bekerja untuk menghidupi keluarga, dan melihat daerah mereka berkembang tanpa harus terlibat dalam konflik yang tidak memberikan manfaat langsung bagi mereka.
“Biarlah mereka berdebat. Kami di sini hanya ingin hidup tenang. Yang penting, jangan sampai ada perpecahan di antara kita gara-gara politik,” tutup Amat dengan senyum tipis, berharap pemimpin yang akan datang benar-benar bisa membawa perubahan yang nyata.
Penulis : Yusro
Editor : Maulana Kawit