INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila, Universitas Palangka Raya (UPR) kembali mengalami polemik internal. Hal ini dipicu karena didapati spanduk liar yang menempel di depan Gerbang masuk utama UPR dan Simpang 4 UPR, Selasa 1 Juni 2021.
Spanduk ini berisi muatan bentuk kekecewaan mahasiswa atas pemberlakuan Iuaran Pengembangan Institusi (IPI) kepada Calon Mahasiswa Baru tahun 2021. Di Tengah Resesi Ekonomi yang dialami setiap element masyarakat, khususnya wilayah Palangka Raya.
Spanduk ini bertuliskan “IPI ku Tolak Tapi Tidak Dengan Cintamu..” & “IPI ( Iuran Pengembangan Instutisi) = Komersialisasi”.
“Saya duga ini adalah bentuk keresahan mahasiswa terkait Iuran Pengembangan Institusi, yang diketahui belakangan ini kembali diberlakukan dengan peningkatan berkali-kali lipat di tengah pandemi. Kenaikan berkali kali lipat tanpa mempertimbangkan aspek Ekonomi keluarga pada saat pandemi inilah yang mungkin membuat gejolak di dalam tubuh UPR itu sendiri, khususnya dikalangan Mahasiswa yang mana memang menjadi tugasnya dalam mengawal dan menjadi Agent Of Control.” papar Restu Ronggo Wicaksono selaku Wakil Presiden Mahasiswa UPR Ketika dikonfirmasi.
Restu berharap, kejadian ini dapat menjadi perhatian bersama, terutama pihak kampus untuk membahas IPI Tahun 2021.
“Ini harus menjadi perhatian kita bersama, karena kalo didiamkan ditakutkan akan memicu kemarahan mahasiswa sehingga melahirkan gelombang massa mahasiswa untuk turun ke halaman Rektorat menuntut keadilan. Dan disini kita dalam momentum lahirnya Pancasila, untuk juga pihak rektorat memperhatikan kembali isi Sila yang ke-5 yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” imbuhnya.
Ia juga memintak untuk lebih memperhatikan aspek keadilan dalam mengeluarkan kebijakan, sehingga dapat dinilai bahwa kampus terbesar di Kalimantan Tengah ini berorientasi pada masyarakat di ekonomi menengah kebawah. Sehingga yang hendak masuk di UPR melalui jalur mandiri tidak terhalang oleh mahalnya IPI yang harus dibayarkan.
“Hal ini bukan tanpa dasar, karena seperti yang termuat dalam Pasal 10 ayat (3) PERMENDIKBUD Nomor 25 Tahun 2020, penentuan harus berdasarkan prinsip kewajaran, proporsional, dan berkeadilan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya,” tegas Wakil Presiden Mahasiswa UPT tersebut.