INTIMNEWS.COM – Apritia Dwi Montik menjadi terdakwa perkara penggelapan dalam sidang Pengadilan Negeri Palangka Raya, Pada Senin 29 Juni 2020. Saat masih bertatus Dosen Honorer pada Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (FH UPR), Apritia dituduh menggelapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sejumlah mahasiswa.
Sebagai korban dalam surat dakwaan itu adalah Dhea Marisa Nadhira, Muhammad Idris, Maria Wulan Kindangen, dan Herdianti Aprilia mengaku menderita kerugian dengan total sejumlah Rp94.662.000,-.
Perkara berawal ketika Dhea menemui Apritia yang pernah mengajar di FH UPR pada tahun 2015. Dhea mendapat informasi bahwa pembayaran UKT dapat melalui Apritia, karena saat itu pembayaran UKT berlangsung tunai maka sering terjadi antrean panjang.
Dhea tertarik menitipkan UKT pada Apritia untuk nantinya diserahkan pada pihak kampus dan terjadilah pembayaran secara tunai atau transfer dari tahun 2015 hingga 2019 sebanyak tujuh kali masing-masing Rp2 juta dengan total Rp17 juta. Setiap kali menitipkan pembayaran UKT dari semester III hingga X, Dhea mendapat bukti berupa slip penyetoran ke BRI.
Tetapi pada bulan September 2019, Dhea dipanggil oleh pihak Fakultas sehubungan dengan pembayaran UKT semester X belum ada pembayaran. Dhea mendapat surat dari Kepala Bagian Keuangan UPR Nomor: 2971/UN24.2.1/KU/2019 tanggal 15 Oktober 2019 tentang hasil cetak rekening Koran pembayaran UKT.
Dalam surat tersebut Dhea disebut belum membayar UKT dari semester III hingga X. Saat dilakukan pengecekan slip penyetoran, BRI Cabang Palangka Raya menyatakan tidak pernah ada transaksi dan menyatakan bahwa tujuh lembar Slip Penyetoran Bank BRI yang diserahkan oleh Apritia tidak sah.
Demikian pula dengan Herdianti Aprilia yang menitipkan pembayaran UKT sejak semester III hingga X masing-masing sebesar Rp4,88 juta dengan total sebesar Rp32.148.000,-. Maria Winda Wulan Kindangen juga menitipkan UKT sejak bulan Juli 2016 yaitu sejak semester VII sampai bulan Januari 2018 yaitu semester X kepada Apritia yang diantar langsung dengan total sebesar Rp13.220.000,-. Muhammad Idris menitipkan uang UKT sejak bulan Juli 2016 sejak semester VII sampai bulan Pebruari 2019 yaitu semester XII kepada Apritia yang diantar langsung oleh saksi ke rumahnya dengan total sebesar Rp12.000.000,-.
Jaksa Penuntut Umum (SIPP) mendakwa UKT para mahasiswa dengan total Rp94.662.000,-. tidak diserahkan Apritia ke UPR untuk pembayaran para mahasiswa, akan tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi.
Akibat perbuatan Apritia tersebut para korban tidak terima dan melaporkan ke aparat Polda Kalteng untuk diproses lebih lanjut. Apritia akhirnya terjerat pidana dalam Pasal 372 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
(Aul)