INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Pagi itu tepat pukul 08.00 WIB, Bu Rudi, sudah terlihat santai sambil ngobrol dengan pedagang lain yang berada tepat di sampingnya. Sesaat Bu Rudi berdiri dan menawarkan dagangannya kepada pengunjung yang lewat di depannya.
Satu dua pengunjung yang datang ditawari dagangannya, “hanya sekedar menawarkan siapa tahu rejeki,” kata Bu Rudi kepada media ini, saat dibincangi di lokasi, pada Selasa (18/1/2022), pagi.
Pasalnya, tidak sedikit dagangan yang dia jual di kiosnya. “Iya susah lakunya. Sepi banget ini. Belum juga laku, setiap hari begini terus,” ungkap Bu Rudi.
“Padahal udah dari Subuh mulai berjualan tapi masih saja yang membeli hanya satu dua orang,” kata Bu Rudi sambil menyeka keringat yang mengucur dari pelipisnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Bu Ningsih, pedagang lainnya, “sepi terus mas jualan disini hampir setiap hari rugi,” ucapnya.
Padahal dikatakan bahwa setiap bulan para pedagang yang berjualan di lapak membayar Rp 65 ribu, sementara yang membuka kios Rp 90 ribu.
Pedagang yang lainya, Pak Pe’eng juga menyebutkan, semakin hari semakin sepi yang berbelanja di pasar Palagan Sari, “para pembeli lebih memilih berbelanja di luar pasar,” ucapnya.
“Bingung saya mas, terus fungsinya pasar ini apa, yang namanya pasar biasanya rame, kok disini malah sepi, kan aneh rasanya,” kata Pe’eng.
Ia dan pedagang yang lain berharap agar Pemerintah khususnya Dinas terkait bisa lebih tegas lagi, “agar pedagang yang berjualan di pinggir-pinggir jalan dialihkan ke pasar ini,” ucapnya.
“Semua rugi, bukan karena bersaing, tapi karena memang enggak ada yang beli,” tuturnya.
Hingga saat ini, pasar di Palagan Sari itu dikenal sebagai pasar paling sepi, jam 09.00 WIB sudah banyak yang tutup dan hampir tidak ada aktivitas jual beli di pasar ini.
Momen liburan seperti hari raya biasanya yang sedikit ramai pengunjung tapi kalau hari biasa seperti ini sepi banget.
Namun, keramaian itu tidak terlihat di hari biasa seperti ini. Kios-kios dan lapak-lapak ini memutuskan banyak yang tutup dagangannya sepi dan kurang diminati pengunjung.
Nasib sepi pengunjung tak hanya dialami bu Rudi, bu Ningsih, dan pak Pe’eng, namun juga dialami banyak pedagang yang lainnya.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian