
INTIMNEWS.COM, SAMPIT – M. Abadi ketua Fraksi PKB anggota DPRD Kotawaringin Timur (Kotim) berharap dengan disahkannya Perda Budaya Kotim, maka berharap kepada Pemda Kotim bisa melaksanakannya. Jangan hanya sekedar membuat perda, tapi juga dilaksanakan karena apabila tidak, sama kita menjual nama budaya untuk mendapatkan uang. Sabtu 04 September 2021
“Karena sudah jelas dalam membuat Perda pasti menggunakan uang, maka kami dari fraksi PKB berharap dengan perombakan pintu gerbang sehati agar bupati bisa menggantikan kubah yang atas pintu gerbang tersebut dengan gambar balanai atau Balanga,” kata M.Abadi
Menurutnya karena gambar kubah tersebut bukan budaya Kalteng tapi budaya asing. “Apakah kita memang harus cinta budaya asing ketimbang budaya kita sendiri, jika demikian terjadi sehingga tidak salah selama ini asing yang makmur di wilayah kita, sementara orang daerah sendiri terpinggirkan,” ujarnya.
“Tidak ubahnya kembali kepada jaman penjajahan lagi, kita saat ini serta saya selaku umat Islam berharap agar gambar tulisan huruf Arab tersebut diganti dengan gambar Mandau Telawang, karena tidak selayaknya ayat suci Alqur’an kita pampang dijalan – jalan yang bukan pada tempatnya,” sambungnya.
Selain itu kepada awak media melalui pesan WhatsApp, Ketua fraksi partai PKB ini mengatakan sudah disediakan tempat untuk memasang ayat-ayat suci di masjid, namun dilanggar seharusnya dimusholla dan sebagainya bukan di fasilitas umum.
“Jangan kita berbuat seperti orang yang tidak beragama, apalagi di Kotim boleh dikatakan paling terbesar agama Islam, jadi kita beri contoh yang baik, jangan justuru mau menonjolkan agama menggunakan fasilitas pemerintah. Coba bayangkan andai agama lain minta keadilan agar tulisan Alkitab ataupun ayat agama mereka minta dipamerkan juga di fasilitas umum, apa yang terjadi jadi kita harus bedakan antara urusan agama dan urusan pemerintah antara tempat umum dan tempat ke agamaan,” jelasnya.
M. Abadi berharap jangan sampai ayat-ayat suci Alqur’an dipamerkan dan dijual murah di jalan-jalan apalagi Kotim sudah membuat perda retribusi termasuk di dalamnya reklame.
“Apakah jika itu berlaku dan dipungut pajak retribusinya berarti kita sudah menjual ayat-ayat suci Alqur’an dengan harga murah, karena pajak retribusi di atur dalam Perda Kabupaten Kotim Nomor 6 Tahun 2018 tentang pajak daerah,” ujarnya.
Selain itu menanggapi permasalahan tersebut, salah satu warga masyarakat Kotim mengungkapkan setuju dengan usulan anggota DPRD Kotim sehingga bisa budaya leluhur tidak hilang.
“Gerbang sana kok gak ada lambang Dayaknya sedangkan ini tempat tragedy 2001, sepertinya tidak ada nilainya budaya Dayak di Sampit. Apa harus tragedi lagi baru menyadari, kita disini semua beragama jangan lupa karena ini milik semua orang bukan individu,” pungkas salah satu masyarakat Sampit, Memei.