INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – “Mamangun Mahaga Lewu”, yang artinya membangun dan menjaga tempat tinggal kita. Tempat tinggal dalam artian adalah hutan dan masyarakat secara kolektif.
Prinsip inilah yang melatar belakangi diadakannya kegiatan Live in di Kelurahan Kereng Bengkirai Kota Palangka Raya dan pengamatan Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Sebangau selama 7 hari yakni dimulai dari tanggal 2 Juli hingga 8 Juli 2021.
Saat ini telah ada 54 Taman Nasional, yang memang relatif lebih utuh dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain yang dulu ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Produksi. Namun, pernyataan tersebut bukan berarti Kawasan Konservasi tidak mengalami degradasi. Sekitar 70% Kawasan Konservasi telah mengalami degradasi yang bila ditelusuri secara lebih dalam, sebenarnya disebabkan oleh faktor sosial. Degradasi dan deforestrasi juga disebabkan alih fungsi lahan dan Kebakaran.
“Kita kembali mengingat perihal isu karhutla di hutan Kalimantan Tengah yang kerap terjadi di 10 tahun terakhir, baik kawasan hutan lindung, produksi dan konservasi,” kata Ketua Tim Mamangun Mahaga Lewu Fitriyani Sinaga, dalam press releasenya, Jumat 9 Juli 2021.
Potensi adanya Karhutla ini perlu disikapi oleh kaum muda, untuk mitigasi pencegahan kedepannya. Mengingat akan adanya musim kemarau, khususnya Wilayah Taman Nasional yang difungsikan sebagai kawasan pelestarian alam dengan ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwitasa, dan rekreasi.
“Taman Nasional Sebangau menjadi salah satu tujuan dari pengamatan kami, dikarenakan keunikannya dalam ekosistem gambut dan keberadaanya di Kota. Terletak di Provinsi Kalimantan Tengah, TNS dikenal menjadi destinasi wisata bagi penikmat flora dan fauna endemic,” ujar Fitriyani.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.423/Kpts-II/2004 pada tanggal 19 Oktober Tahun 2004 dengan Luasnya sekitar 568.700 hektar dan mengalami perubahan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.SK.529/Kpts-II/2012 pada tanggal 25 September Tahun 2012 menjadi seluas 542.141 hektar. Bekas HPH (Hak Penguasaan Hutan) yang aktif sekitar 1970 hingga tahun 1990. HPH yang pernah beroperasi di kawasan ini adalah PT. Brajatama, PT. Bratajaya Utama, PT. Gelora Dayak Besar, PT. INHUTANI III, PT. Kahayan Lumber, PT. Katunen, Nusantara Plywood, PT. Salawati Timber, PT. Sebagau Besar, PT. Setia Alam Jaya, PT. Semanggang Hayu, PT. Simpo Jaya Timber, PT. Budi Mulya. Setelah perusahaan HPH tersebut berhenti beroperasi, kegiatan illegal logging oleh masyarakat marak terjadi.
Atas fakta tersebut dibutuhkan upaya konkret dan kreatif anak muda sebagai generasi untuk meningkatkan public awareness and support terkait pentingnya menjaga biodiversitas secara kolektif bersama masyarakat di areal Bufferzone Kawasan Konservasi.
“Untuk itu kami dari Tim bernama Mamangun Mahaga Lewu, berinisiatif untuk melakukan pengamatan secara langsung dalam rangka mengedukasi pentingnya menjaga dan mempertahankan kawasan Konservasi,” jelasnya.
Mamangun Mahaga Lewu adalah suatu kegiatan yang dilakukan Oleh LEWU KITA yakni sebuah wadah baru untuk anak Muda Kalimantan dalam edukasi literasi Konservasi yang diinisiatori pertama oleh Fitriyani Sinaga (Penerima Kategori Tokoh Konservasi Muda, 2021 KLHK RI, Demisioner Ketua Sylva Pusat, Kehutanan UNMUL), A Dzaki Abrori (Ketua Dema FUAD IAIN Kalteng, Film Maker Muda palangkaraya), Muhammad Iqbal Zulkarnain (BEM Universitas Muahammadiyah Palangkaraya, Co Founder Jejak harapan dan Borneo Mengabdi) dan Rahmalia (Wakil Ketua Kehutanan Universitas Palangkaraya, Peneliti Akademis Orang utan).
Dalam press release yang dibagikan, Tim Mamangun Mahaga Lewu juga memaparkan hasil Live ini beberapa hari di Kelurahan Kereng Bengkirai dan di Kawasan Taman Nasional Sebangau. Berikut Press Release dapat anda unduh: Press Realease Mamangun Mahaga Lewu
Pengamatan tersebut juga menghasilkan buku keadaan Taman Nasional terbaru 2021 dan Film Dokumenter “Conservation education Movie”.
Kepala Balai TN Sebangau, Andi Muhammad Khadafi mengatakan bahwa sangat antusias dengan adanya inisiatif dari anak muda untuk melakukan gerakan literasi dan pembuatan buku yang mengawali dari pengamatan di lapangan untuk tujuan edukasi. Ia sangat mempersilahkan mahasiswa dalam melakukan pengamatan bahkan mempersilahkan hingga 2 bulan dalam Simaksi (Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi) BTNS.
Hasil dari kegiatan Mamangun Mahaga Lewu dalam versi lengkap akan diseminarkan dan dipublish secara nasional setelah keluarnya Tulisan Ilmiah popular ber-ISBN Bersama BTNS dan perpustakaan nasional.
Akan di lakukan juga pada Seminar Nasional di kalteng dan Publikasi Mamangun Mahaga Lewu dengan masyarakat Kalimantan tengah serta Pemerintah daerah. Berbentuk luaran berupa Buku Taman Nasional Sebangau bersama Balai TN Sebangau, semi Buklet tiap Spot Mikro wisata Kereng Bengkirai dengan Kelurahan Bengkirai dan Pokdarwis, Laporan hasil pengamatan dan video “Conservation Education Movie” untuk KLHK. Dapat ditunggu Agustus-September 2021 mendatang, menjelang Pembukaan/Penutupan HKAN (Hari Konservasi Alam Nasional) .