
INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Baru-baru terjadi kasus dugaan pembakaran lahan yang dilakukan oleh Antonius, seorang masyarakat kecil yang didakwa membakar lahan dan diberikan putusan 1 tahun penjara beserta denda 50 JT rupiah.
Menanggapi hal tersebut, Moh Adhis Septa Al-Misri selaku Sekretaris Cabang DPC GMNI Palangka Raya merasa kecewa dengan putusan hakim pengadilan tinggi Muara Teweh yang dirasa memberatkan terdakwa.
“Bagaimana tidak, melihat dari kronologis yang terjadi bahwa beliau yang awalnya berniat untuk memadamkan api di lahan tersebut malah tertuduh sebagai biang terjadinya kebakaran lahan,” ujar Septa, Minggu 19 September 2021.
Menurut Bung Septa, sapaan akrabnya, dalam faktor persidangan ia juga merasa bahwa hak masyarakat kecil atau tingkat bawah di mata hukum sangat tidak diperhatikan.
“Bayangkan saja seorang terdakwa dituntut untuk tetap menjalani prosesi persidangan dengan tanpa adanya penasehat hukum di sampingnya. Hal ini sangat bertentang dengan pasal 28D UUD 1945 yang menjamin hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di mata hukum,” jelas Bung Septa.
Lanjut Septa, dalam hal ini, peran pemerintah dalam menjalankan Legal Aid atau bantuan hukum bagi masyarakat miskin sesuai dengan UU no 16 tahun 2016 tentang bantuan hukum patut dipertanyakan, agar masyarakat kecil yang memang tidak tau menahu bagaimana mekanisme prosesi persidangan dapat terbantukan dalam proses persidangannya.
“Hal ini jelas mempertontonkan ketidak seriusan pemerintah dalam melihat fenomena yang terjadi. Lebih lanjut saya selaku orang asli Muara Teweh yang lahir dan tumbuh besar di sana melihat putusan hakim yang berlandaskan Pasal 108 Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sangat lah tidak masuk akal dikarenakan memang terdakwa bukan pelaku usaha perkebunan melainkan masyarakat kecil yang tidak mempunyai pekerjaan tetap,” tegasnya.
Septa menyayangkan hal tersebut dan merasa putusan hakim sangat keliru terkait hal yang terjadi.