INTIMNEW.COM,JAKARTA – Pimpinan Komisi II DPR RI akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap 18 nama calon anggota Ombudsman RI periode 2021-2026 di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, pada tanggal 26-27 Januari 2021.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia didampingi Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menyampaikan bahwa 18 nama calon anggota Ombudsman RI periode 2021-2026 tersebut merupakan hasil panitia seleksi yang dibentuk pemerintah yang telah disampaikan kepada pimpinan DPR RI pada 2 Desember 2020 yang lalu. Demikian disampaikannya di DPR RI Senayan, Jakarta (21/1/2021).
Namun, sebelum uji kelayakan dan kepatutan dilaksanakan, Komisi II DPR RI tetap akan meminta masukan dari masyarakat sampai hari Senin (25/1).
Olly Suryono selaku Koordinator Wilayah Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORWIL MP-BPJS) Kalimantan Tengah mengatakan Ombudsman RI (ORI) yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik harus kredibel dan dikenal kiprahnya oleh masyarakat. Demikian disampaikan Olly Suryono melaiui siaran pers (24/1/2021).
Olly Suryono, mengatakan ORI berada pada tataran antara eksekutif, legislatif dan publik. Pemangku kepentingan ORI dari pihak eksekutif adalah : Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota, pimpinan penyelenggara negara, BUMN/BUMD/BHMN dan entitas penyelenggara pelayanan. Pihak legislatif yakni DPR, DPRD propinsi dan DPRD kab/kota. Sedangkan publik yakni : organisasi kemasyarakatan dan profesi, lembaga perseorangan dan warga negara Indonesia.
“Masih sangat banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaan ORI. Pelayanan publik di level warga banyak di wilayah desa/kelurahan dan kab/kota. Namun, ORI hanya mempunyai kantor perwakilan di tingkat provinsi. Ada jarak yang sangat jauh antara ORI dengan masyarakat di level desa/kelurahan dan kab/kota,” katanya.
Menurut Olly tingkat kepatuhan terhadap implementasi UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik paling rendah banyak ditemukan di kabupaten/kota dibandingkan level propinsi, dan kementerian/lembaga. Sebagaimana hasil survei kepatuhan terkait hal tersebut yang dilakukan ORI pada tahun 2019 dimana tingkat kepatuhan pada 22 kementerian (91,67%), 12 lembaga (80%), 30 propinsi (88,24%), 61 kota (71,76%) dan 162 kabupaten (53,11%).
Tindak lanjut terlapor atas rekomendasi ORI pun banyak yang tidak ditindaklanjuti oleh penyelenggara pemerintahan di daerah. Pada 2019, dari 34 rekomendasi ORI 12 rekomendasi dilaksanakan (35,29%); 12 rekomendasi dilaksanakan sebagian (35,29%); dan 10 rekomendasi tidak dilaksanakan (29,41%). Dari 5464 laporan kasus, substansi permasalahan laporan pengaduan masyarakat meliputi : ekonomi dan lingkungan 2111 kasus (39%), hukum dan pertahanan 1085 kasus (20%), sosial budaya 2268 kasus (41%).
“Nah rekomendasi yang dihasilkan ORI relatif sedikit dan banyak yang tidak ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan terkait di daerah, padahal ribuan laporan masyarakat yang masuk ke ORI. Karena itu Anggota ORI harus berkualitas agar kinerjanya semakin baik,” katanya.
Menurutnya eksistensi ORI minim di masyarakat menjadi ancaman tersendiri bagi pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik. Sebab ORI tidak akan eksis tanpa partisipasi masyarakat. Olly Suryono berharap agar Komisi II DPR RI benar-benar menyeleksi Anggota ORI yang kredibel dan kiprahnya telah dikenal masyarakat luas dalam pelayanan publik.
Padahal ORI telah mempunyai sejumlah perangkat peraturan perundang-undangan yang mendukung jalannya fungsi, tugas dan wewenangnya. UU Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI merupakan benteng utama yang mendasarkan ORI melakukan fungsi, tugas dan wewenangnya dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik. ORI telah dibekali 7 UU, 12 peraturan pemerintah, 5 peraturan setingkat kepres, 2 peraturan setingkat kepmen, 44 peraturan ORI, 5 Keputusan Ketua ORI dan 14 peraturan Sekretaris Jenderal ORI.
“ORI harus melakukan mobilitas sosial dengan sosialisasi yang massif di masyarakat. Selain itu ORI harus menindaklanjuti laporan masyarakat dengan meningkatkan koordinasi dan kerjasama bersama lembaga negara atau lembaga pemerintahan agar pelayanan publik yang efektif dan berkeadilan dapat terwujud,” pungkasnya. (Amalul)