INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Anggota Komisi VII DPR RI, Mukhtaruddin menyatakan penyebab naiknya harga minyak goreng di Indonesia disebabkan oleh banyak hal.
Dimana, menurutnya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dunia yang merupakan bahan baku pangan pokok naik. Indonesia yang mengikuti harga CPO mau tidak mau mengikuti naiknya harga CPO tersebut.
“Pada gilirannya, kenaikan CPO inilah berpengaruh pada sektor produksi,” terang Mukhtarudin, Senin (7/2/2022)
Selain kenaikan harga CPO dunia, produksi sawit di dalam negeri saat ini juga sedang turun karena cuaca dan siklus.
Lanjut Mukharudin, di sisi lain saat ini permintaan akan kebutuhan minyak goreng sangat tinggi. Krisis di Uni Eropa, Cina dan India membuat banyak negara di berbagai belahan dunia memutuskan beralih ke minyak nabati.
Hal itulah yang secara langsung berdampak pada tingginya permintaan minyak goreng. “Penyebab tingginya harga minyak goreng juga disebabkan pandemi Covid-19 yang saat ini sama-sama kita rasakan,” tulisnya.
“Kenapa? Dari produksi CPO turun kita juga dihadapkan pada permasalahan distribusi, logistik,” kata Mukhtaruddin.
Kondisi mahalnya harga minyak goreng akan berangsur-angsur turun. Terlebih, saat ini pemerintah bersama-sama bekerja keras menekan tingginya harga minyak goreng. “Pemerintah pro aktif misalnya melalui kebijakan satu harga,” optimis Anggota Badan Anggaran DPR RI ini.
Meskipun ada kementerian teknis yang disebutnya ‘keceplosan’ memberikan pernyataan yang terkesan menyudutkan Kemenko Perekonomian. Hal itu seperti tergambar dalam rapat kementerian dimaksud dengan Komisi VI DPR RI pekan lalu.
Muktharudin lantas menyinggung Menteri Perdagangan M Lutfi yang ‘curhat’ kepada salah satu media.
Menurutnya, jika alasan kelangkaan minyak goreng ini penyebabnya adalah soal kebijakan B30, seharusnya Mendag itu tahu bahwa B30 itu programnya presiden.
“B30 itu sifatnya mandatory. Jadi Menteri, apalagi Dirjen tidak etis curhat ke media mengkritik program presiden sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng,” terang Mukhtaruddin.
Apalagi, lanjut dia, dari 47 juta liter produksi CPO, hanya 7 juta liter yang dialokasikan untuk biodiesel B30.
“Menteri perdagangan harus fokus kepada tugas dan kewenangannya. Jangan malah buang badan mengkritik kementrian lain,” sebutnya.
Mandatori B30 disebutkan Mukhtaruddin merupakan kebijakan untuk menjaga kestabilan supply dan demand kelapa sawit secara global.
Dan, menurut Mukhtarudin, kebijakan tersebut merupakan kebijakan Presiden Jokowi dan diberikan tanggungjawabnya kepada Menko Perekonomian.
“Tidak elok kalau bilang ini kebijakan Menko, karena itu kebijakan Presiden dan pelaksanaannya dikerjakan bersama-sama Kemenko dan kementerian teknis terkait,” ungkapnya.
Menurutnya, seharusnya hal-hal sensitif seperti disampaikan diinternal pemerintah, disampaikan dalam rapat terbatas.
Ke depan, Mukhtarudin berpendapat perlu ada langkah strategis melalui kebijakan subsidi minyak goreng. Dimana sumber pendanaannya dicarikan dengan tetap berpedoman pada aturan yang ada.
“Dengan begitu, masyarakat tidak terbebani dengan tingginya harga minyak goreng saat ini sekaligus mengantisipasi terjadinya inflasi,” pungkasnya.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian