INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Pengamat sekaligus aktivis Muslim Arbi menyoroti penanganan kasus sengketa lahan yang berujung penyerangan ke pekerja perkebunan sawit di Desa Pelantaran Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah.
Muslim Arbi mengatakan bahwa penanganan kasus yang menimpa Hok Kim atau Acen bin Ikhsan terdapat keanehan dan keganjilan hukum. Oleh karenanya, dia meminta kasus tersebut diambil oleh Mabes Polri.
Hal itu diungkapkan oleh Muslim Arbi dalam channel youtube Anti Oligarki. Video yang diunggah pada 14 September 2023 tersebut telah ditonton ribuan kali.
“Ini kan ada persoalan yang menurut saya, setelah saya pelajari, saya baca dari bahan-bahan yang sampai ke saya bahwa ada perlakuan tidak adil. Dimana, Polisi menurut saya bertindak kurang adil. Polisi seolah-olah membela orang penjahat,” kata Arbi dalam kanal youtube Anti Oligarki yang diakses pada Rabu, 20 September 2023.
Menurutnya, penegakan hukum terkait kasus tersebut tidak mencerminkan keadilan sebagaimana moto Polri saat ini. Institusi Polri, kata dia, seharusnya melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
“Ini yang terjadi pada pak Acen bin Ikhsan atau pak Hok Kim malah sebaliknya. Dari bacaan saya, beliau ini memiliki lahan sawit 700 hektar, kemudian beliau ini seolah-olah dipersekusi, dikriminalisasi sehingga akan nampak benang merah dari bacaan saya ini, bahwa lahan ini akan diambil alih oleh group Alpin dkk,” ujarnya.
Dari informasi yang diperoleh, Arbi menilai terdapat kejanggalan-kejanggalan penanganan kasus tersebut. Menurutnya, Kepolisian setempat berpihak (sebelah).
“Baik Polda Kalimantan Tengah, Polres Kotawaringin Timur, Polsek Pundu dan Pospol Pelantaran, ini seolah-olah berpihak. Inilah barangkali makanya, saya mendapat juga ini ada pengaduan ke Kadiv Propam Polri,” ujarnya sembari menunjukkan satu bundel dokumen.
“Nah, saya melihat dalam konteks ini ada ketidakadilan dalam penanganan persoalan ini. Jadi, pak Hok Kim ini korban. Tapi sekarang ini seolah-olah bahkan sempat ditahan 60 hari, kemudian lahannya mau diambil dengan modus ada 14 sertifikat, lalu kemudian dengan itu harus dia akui di dalam penahanan itu menjadi 38 sertifikat. Ini jelas-jelas, semua tergambar disini,” jelasnya.
Arbi berharap oknum-oknum Polisi yang berpihak dalam menangani kasus tersebut agar dicopot dari jabatannya dan diproses.
“Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini, saya minta kalau ternyata (berpihak) Polda Kalimantan Tengah dan jajaran dibawahnya, Polres dan Polsek tidak bisa, copot! Copot, Proses mereka. Jadi, oleh sebab itu, wajar itu adalah institusi Kepolisian, yang mana yang bertindak adalah Kadiv Propam,” tuturnya.
Kita minta kepada Kadiv Propam yang baru ini, kita ingin Polisi hari ini adalah Polisinya rakyat Indonesia. Polisi yang tegak kepada keadilan, kepada hukum sehingga orang seperti pak Hok Kim ini mendapat perlindungan, bahwa hukum (itu) ada, negara ada. Jangan sampai hukum rusak diakibatkan prilaku para penegak hukum yang keliru tadi itu,” tambahnya.
Adapun alasannya meminta agar kasus tersebut mendapat atensi langsung dari Kapolri adalah karena, menurut dia banyak kejanggalan – kejanggalan dan keanehan dalam penanganan sengketa tersebut.
“Kenapa hal ini dibawa sampai ke Mabes Polri, ini keyakinan saya bahwa penanganan di Kepolisian setempat itu janggal dan aneh. Jadi, kesempatan ini saya minta agar Mabes Polri memberikan perlindungan hukum kepada Hok Kim,” katanya.
“Sekali lagi, saya tekankan kepada pak Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kabareskrim, begitu juga dengan Kadiv Propam segera bertindak. Segera ambil alih (kasus) ini. karena ini adalah ujian bagi Kepolisian juga. Kalau Kepolisian tidak bisa seperti ini, di mana orang mencari (keadilan),” sambungnya.
Sebagai pengamat dan juga aktivis, lanjut Arbi, dirinya melihat bahwa ada keanehan dan kejanggalan dalam proses penanganan hukum terhadap Hok Kim. Tidak hanya dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dirinya juga meminta kasus tersebut mendapat atensi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, atensi dari Menkopolhukam Prof Mahfud MD, atensi dari Komis III DPR RI, begitu juga dengan Kompolnas.
“Saya minta kalau kemudian Polda Kalimantan Tengah tidak bisa bertindak adil, bisa dicopot dia, banyak perwira lain yang bagus. Copot Kapolda, copot Kapolres, copot juga jajaran di bawahnya. Sekali lagi saya minta kepada Kapolri, Jendral Sigit, supaya memberikan atensi penuh. Ini mencederai, mencoreng muka Kepolisian Republik Indonesia,” pungkasnya. (**)
Editor: Irga Fachreza