INTIMNEWS.COM – Sidang perdamaian adat antar warga desa Luwuk Ranggan kecamatan Cempaga dengan delapan oknum warga PSHT Kotawaringin Timur (Kotim) berakhir dengan vonis yang lebih ringan dari pada tuntutan pendawa.
Ketua majelis hakim adat, Markus Toan menyatakan bersalah dan menjatuhkan singer kepada terlapor atas pengeroyokan, penganiayaan dan caci maki. Dalam pokok perkara bahwa pelapor adalah masyarakat adat dayak di Desa Luwuk Ranggan, dan dilapor adalah warga PSHT di Kotim.
“Dalam pembelaan atau hak jawab terlapor menyatakan bahwa terlapor meminta permohonan maaf terjadinya pelanggaran adat, bersedia diberikan sanksi sesuai adat dayak, akan menghormati sesama manusia serta akan mengikuti falsafah huma betang,” kata Markus, Sabtu 26 September
Dalam pembacaan vonis, ketua hakim juga menyebutkan bahwa terlapor diberikan singer sebesar 600 katiramu, yang dimana nominalnya sekitar 150 juta rupiah. Dari angka tersebut sanksi terbagi dua, sanksi pelanggaran adat terhadap korban itu dibayar oleh pelaku 200 katiramu.
Yakni 200 katiramu sama dengan 50 juta rupiah, akan diserahkan kepada korban. Sedangkan 400 katiramu jumlah dengan jumlah 100 juta rupiah adalah pelanggaran adat yang dilakukan organisasi PSHT terhadap masyarakat adat dayak.
Hal tersebut atas pertimbangan tidak pernah melapor bahwa PSHT ada di Kotim, tidak pernah koordinasi, dan tidak melaporkan ada kejadian penganiayaan tersebut. Sehingga majelis hakim menganggap itu adalah pelanggaran.
PSHT juga diminta untuk merubah palang nama atau gapura yang ada di sejumlah tempat di kota Sampit untuk disederhanakan dan agar tidak terkesan berlebihan. PSHT juga mendapatkan sanksi tambahan yakni diwajibkan untuk memasukan unsur damang, mantir, bupati, kapolres, dandim, kajari dan kepala pengadilan negeri sebagai dewan pembina.
Alasan vonis ini lebih ringan juga dipertimbangan karena sebelumnya telah ada perdamaian dari kedua belah pihak. Serta pelaku telah menjalani hukuman positif dengan masa kurungan selama 14 bulan.
(jimmy)