Praktisi Hukum Sebut Tindakan Oknum Guru Asusila sebagai Ekspolitasi Seksual Terhadap Anak
INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Seorang praktisi hukum, Nurahman Ramadani menyebut tindakan oknum guru kontrak yang melakukan tindak asusila kepada siswanya sebagai eksploitasi seksual terhadap anak.
Dia mengatakan, berdasarkan undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 76I mengatakan, barang siapa yang melakukan upaya damai terhadap tindak eksploitasi terhadap anak, maka bisa dijerat hukum dengan dalih pasal pembiaran ekploitasi seksual terhadap anak.
“Karena ada dalam rumusan pasal 76I yang berbunyi setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terhadap anak,” ungkapnya, Senin 12 Desember 2022.
Menurut pengacara muda itu, jika berkaitan dengan video yang diduga diminta oknum guru itu, maka pasal yang digunakan ini adalah Pasal 76I dan pasal 88 yang berbunyi setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00.
“Tapi kalau ada tindakan pencabulan maka pasal yang digunakan adalah pasal 76E yang berbunyi setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipmuslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,” bebernya.
Dirinya menjelaskan, pasal 82 juga berbunyi pertama, setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00.
kedua, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
“Upaya perdamaian itu hanya bisa dilakukan untuk anak sebagai pelaku tindak pidana bukan terhadap orang dewasa pelaku tindak pidana terhadap anak, jika ada tindakan pencabulan juga yang dilakukan maka dikenakan pasal berlapis yaitu pasal 76I dan 76E dimana pasal pencabulan terdapat dalam pasal 76E,” ungkap pria yang juga berprofesi sebagai dosen itu.
Dijelaskan, upaya perdamaian yang dilakukan tersebut telah salah dalam sistem hukum pidana dimana, perdamaian itu hanya bisa dilakukan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, bukan terhadap orang dewasa pelaku tindak pidana terhadap anak.
“Apabila merujuk pada kedua pasal diatas maka upaya perdamaian tersebut sudah melanggar kedua pasal diatas dengan membiarkan eksploitasi dan membiarkan perbuatan cabul terhadap anak tersebut, setiap orang yg menginisiasi perdamaian tersebut bisa juga dijerat dengan pasal-pasal diatas,” demikianya. (**)
Editor: Irga Fachreza