INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Kuasa Hukum eks tenaga kontrak (tekon) Nurahman Ramadani mengkiritisi langkah pemerintah kabupaten (pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) atas evaluasi yang telah dilakukan.
Menurutnya, pelaksanaan evaluasi Tekon tahap kedua sama dengan melegalkan tekon baru yang melanggar pelanggaran PP 49 tahun 2018 pada pasal 96. Padahal menurut alumni magister Universitas Sebelas Maret Surakarta itu pelaksanaan evaluasi tahap kedua tidak memiliki dasar hukum yang jelas untuk dilaksanakan.
“Bahkan proses ini nantinya malah akan membebani APBD Kotim yang seharusnya bisa mengakomodir pembangunan demi kepentingan rakyat. Malah dipergunakan untuk menambah anggaran pembayaran bagi tekon baru yang lulus evaluasi sebelumnya tekon yang lulus tahap kedua nantinya,” ungkap pengacara muda itu. Senin, 25 Juli 2022.
Serta menurutnya, hal itu juga kontradiktif dengan tujuan evaluasi pertama yang digaungkan untuk mengurangi tekon melalui evaluasi atau seleksi yang pertama. Dirinya menambahkan, hal yang paling disayangkan adalah dorongan dari anggota DPRD Kotim yang seakan tidak sesuai tupoksinya untuk mengawasi eksekutif agar patuh dan tunduk serta tidak melanggar peraturan perundang-undangan dalam menjalankan pemerintahan melalui kebijakan yang dibuat dan dilakukan. Namun malah melegakan pelanggaran hukum yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan itu sendiri.
“Terdapat lagi pelanggaran dalam SK pengangkatan tenaga Tekon oleh lingkungan pemerintah daerah Kotim, dimana SK pengangkatan Tekon selama ini hanya untuk 6 bulan, sedangkan jelas berdasarkan Peraturan Bupati Kotim nomor 19 tahun 2018,” bebernya.
Sebagaimana dirubah dengan peraturan bupati nomor 46 tahun 2017 tentang tenaga kontrak di lingkungan Pemkab Kotim pada bagian ketiga tentang pengangkatan di Pasal 11 (1) Pengangkatan Tenaga Kontrak ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Daerah atas nama Bupati. (2) Pengangkatan Tenaga Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun anggaran dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja individu.
Merujuk pada perda tersebut, seharusnya SK pengangkatan Tekon 1 tahun bukan 6 bulan, padahal dalam penganggaran tentang honor Tekon tersebut pastinya sudah dianggarkan dalam APBD untuk 1 tahun.
“Hal ini jelas tidak sesuai dengan pelaksanaan undang-undang republik indonesia nonor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintah. Pemkab Kotim mengulangi kesalahan yang sama dengan tidak melaksanakan evaluasi tahap kedua. Sedangkan evaluasi pertama kemarin saja sudah cacat hukum dan sampai sekarang pemerintah kabupaten Kotim tidak berani mengeluarkan SK terhadap tekon yang lulus evaluasi pertama dan sama saja selama ini mempekerjakan orang tanpa dasar hukum yang jelas serta melanggar aturan,” demikiannya.
Editor: Andrian