INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. H. Haedar Nashir menyampaikan sikap Muhammadiyah jelang pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang dan meningkatnya suhu politik nasional.
“Pemilihan tetap kita kawal secara moral dan sosial agar kontestasi berjalan jurdil dan bermartabat,” ujar Haedar Nashir usai melauncing Universita Muhammadiyah Sampit (Umsa) Pada Selasa 16 Mei 2023.
Menurutnya, salah satu kunci sukses pemilu ada pada para penyelenggara pemilu. Pemerintah dan TNI/Polri. Penyelenggara diharapkan bisa memposisikan diri secara adil, objektif dan sebagai wasit yang baik. Jika ada keberpihakan maka akan menjadi masalah.
Kelompok masyarakat juga harus menjadikan pemilu sebagai kontestasi yang lumrah, seperti layaknya menyaksikan sepak bola atau pertandingan olahraga lainnya yang pada akhirnya akan ada yang menang dan kalah. Memandang lumrah dan wajar ini sangat penting agar masyarakat tidak terlalu berat beban dalam memaknai pemilu. Jika terlalu berlebihan, dikhawatirkan menjadi bersikap fanatik buta.
“Pilihan politik itu memang komitmen setiap orang, tapi jangan fanatik atau berlebihan yang membuat pemilu menjadi berat,” jelasnya.
Lanjutnya, Jika ada provokasi, pernyataan-pernyataan dari tokoh atau siapapun yang memancing situasi maka ekosistem kita harus mencoba merangkul kampus, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, serta media massa agar menjadi kanal yang baik dari situasi-situasi yang seperti itu.
“Yang terakhir adalah ekosistem yang harus kita bangun, kalau ada provokasi dan pernyataan- pernyataan dari tokoh atau siapapun yang memancing situasi, ekosistem kita harus mengcover itu,” lanjutnya.
Para tokoh nasional dan daerah diharapkan memberi kesejukan dalam setiap sikap yang diambil. Masyarakat perlu suguhan persaingan politik yang sehat sebagai pembelajaran, bukan saling menjelekkan.
“Jangan sampai juga ada penyataan- pernyataan, kalau ini yang menang Indonesia terancam, misalkan. Sebaliknya, kalau ini yang menang maka Indonesia akan terjamin. Itu terlalu membawa suasana politik pada alarm. Kita bawa kontestasi politik itu menjadi lebih wajar dan dewasa. Bangsa kita juga harus cerdas,” tegasnya.
Haedar menyebut, perbedaan merupakan sebuah anugerah seperti dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Namun sudah sewajarnya, yang dikedepankan adalah mengukuhkan persatuan yang dilandasi sikap tenggang rasa, toleransi dan jiwa besar.
“Pilihan politik boleh berbeda, tetapi jangan sampai perbedaan politik itu membuat kita pecah sebagai bangsa. Nikmati saja proses demokrasi itu dengan dewasa, tapi jangan lari pada hal-hal yang bersifat ideologis dan permusuhan politik,” pungkasnya. (**)
Editor: Irga Fachreza