INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Apes nian nasib para murid yang akan belajar di desa yang terisolasi di Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat. Musim kemarau mereka menembus kepulan debu, musim hujan berjibaku dalam kubangan lumpur.
“Jalannya masih tanah licin. Setidaknya terdapat beberapa titik yang kerusakannya sangat parah,” ungkap Kusnarto Kepala Sekolah SMPN 2 Arut Utara (Aruta) Kabupaten Kotawaringin Barat, Rabu (17/11/2021).
Untuk pergi bersekolah, sehari-hari para murid mesti melewati jalan berlumpur, membuat pelajar terpaksa berjibaku di kubangan lumpur dan berpakaian seragam di pinggir jalan sebelum masuk kelas.
“Pembangunan prasarana pendukung sepanjang 21 KM di Kecamatan Arut Utara ini rusak parah, kondisi Jalan antar 4 desa sudah dirasakan warga selama 4 tahun ini,” kata Kusnarto.
“Kalau musim kemarau sedikit lebih enak, paling setengah jam sudah sampai. Tetapi kalau sudah musim hujan seperti sekarang, kubangannya semakin dalam,” sambungnya.
Jalan menuju desa tersebut banyak lubang. Ketika musim hujan, kondisinya sangat licin, lengah sedikit bisa meluncur atau berguling-guling ke bawah. Parahnya lagi, di sepanjang jalan banyak lubang menganga. “Motor harus kami dorong, dan memakan waktu berjam-jam untuk sampai ke Sekolah,” ucapnya.
Puluhan pelajar SMP yang berasal dari 4 Desa yaitu Desa panembahan, Desa Sambi, Desa Sungai Dau, dan Desa Pandau harus berjibaku dengan lumpur dan rawan kecelakaan.
Bahkan, pada saat mereka berangkat dari sekolah, berangkat dari Jam 05.00 WIB, pagi, karena harus melalui jalan yang berlumpur dan licin selama hampir 2 jam menuju ke tempat sekolah mereka.
Ada juga para murid ini mensiasatinya, seragamnya dimasukkan kedalam tas dan sepatunya dimasukkan ke kantong plastik sebelum sampai ke sekolah, tujuanya agar seragam dan sepatu mereka tetap bersih saat masuk ke kelas.
“Begitu sampai, para murid ini berganti bajunya sambil mereka mencari air bersih untuk mencuci bagian badanya yang terkena lumpur, kondisi jalan seperti ini sudah mereka lalui selama 4 tahun terakhir ini,” terang Kusnarto.
Bahkan, pada saat turun hujan seringkali kami harus saling dorong agar bisa melewati belasan kubangan lumpur tersebut.
“Tidak ada kendaraan roda empat yang bisa melewatinya, mengingat kedalaman kubangan jalan ini mencapai 40 cm padahal wilayah ini dikepung oleh perusahaan-perusahaan kelapa sawit,” kata Kusnarto.
Melihat kondisi tersebut para guru tidak bisa menerapkan disiplin sekolah seperti sekolah lainnya, aku Kusnarto, kepada media ini.
Sementara itu salah satu Siswa di Aruta Putra mengakatatan, dirinya bersama-sama temannya berangkat kesekolah bersamaan, ditakutkan kalau sendirian apabila terjadi apa-apa ada yang bisa menolongnya.
Ia berharap pemerintah agar dapat menangani persoalan ini, sehingga kegiatan belajar kami tidak terganggu dengan adanya jalan rusak tersebut, apalagi Desa Sambi ini merupakan Desa sejarah kemerdekaan dalam penerjunan payung oleh Tentara Nasional Indonesia pertama kali. (Yus)