INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Setiap tanggal 25 Juli ada momen hari besar yang ‘bersejarah’ yang diperingati. Yakni, Hari Hari ulang tahun (HUT) kota Pangkalan Bun. Ironisnya, momen hari besar yang heroik ini kurang gaungnya. Terkesan belum familiar, belum banyak yang tak tahu dan nyaris terlupakan. Sungguh ironis dan amat langka kalau ada yang merayakan hari besar ini.
Pengamatan penulis, Hari ulang tahun (HUT) kota Pangkalan Bun yang jatuh pada setiap tanggal 25 Juli. Pada tahun ini usia ibu kota kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) ini genap berumur 216 tahun.
Persoalan tersebut lantas menjadi perhatian serius dari kerabat Kesultanan Kutaringin, Pangeran Muasjidinsyah. Ia berharap HUT kota Pangkalan Bun bisa dirayakan meriah layaknya hari besar lainnya agar semakin diketahui masyarakat luas dan ini sejarah.
Ia menjelaskan, hingga kini belum pernah adanya perayaan karena adanya permasalahan di masa lampau. Meski begitu, ke depan ia berharap momen hari jadi ‘Kota Manis’ ini menjadi agenda rutin setiap tahunnya.
“Saya sangat setuju harus dirayakan dan diramaikan seperti HUT Kobar, soalnya belum pernah dirayakan hari jadi Pongkalan Bu’un yang sekarang lazim masyarakat atau pemerintah menyebutnya Pangkalan Bun,” ungkap Pangeran Muasjidinsyah, Senin (25/7/2022).
“Karena memang waktu itu riskan, hanya karena hari jadi kabupaten saja sempat dipermasalahkan dan beragam versi. Mudah-mudahan ke depan semua kerabat kesultanan, pemerintah daerah bisa kumpul membicarakan ini sama-sama bentuk panitia,” tutur dia.
Ia menceritakan sejarah berdirinya kota Pangkalan Bun tidak terlepas dari keberadaan Kesultanan Kutaringin. Sebab kota ini secara resmi didirikan pada masa pemerintahan Sultan ke-9 Pangeran Imanuddin, setelah sebelumnya sempat berpusat di Kotawaringin Lama, kata Pria yang akrab disapa Ama Pangeran ini.
Berdasarkan arsip resmi dan catatan sejarah, kota Pangkalan Bun didirikan pada tanggal 9 Jumadil Awal 1221 Hijriah atau 25 Juli 1806. Cikal bakal ibu kota ini ditandai dengan pendirian tiang Sangga Buana di bukit Indra Kencana.
Pangeran Muasjidinsyah melanjutkan, sejatinya nama resmi yang diberikan oleh sultan kala itu yakni Soekaboemi Pongkalan Bu’un, namun lambat laun mengalami perubahan menjadi Pangkalan Bun. Nama Bu’un sendiri disebut oleh sultan sebagai bentuk penghormatan kepada penduduk lokal yang berjasa untuk Kesultanan Kutaringin.
“Kudirikan negeri Sukabumi Kutaringin Baru Pongkalan Bu’un untuk anak-anakku, cucu-cucuku, keturunanku, dan orang-orang yang mau berdiam di negeriku dalam Pengkuan Kesultanan Kutaringin”. Pengkuan itu berarti bingkai. Jadi Pangkalan Bun ini terbuka buat siapa saja, tapi tetap mengikuti adat istiadat setempat. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung,” ucapnya.
Di samping itu, ia juga mengaku sepakat apabila tiang Sangga Buana yang sempat roboh beberapa tahun silam dibangun dan didirikan kembali sebagai bentuk ungkapan syukur dan tanda persatuan.
“Setuju, itu butuh kayu ulin yang utuh sebijian (tanpa sambungan),” pungkasnya.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian