INTIMNEWS.COM, ATAMBUA – Dalam rangka memperingati hari integrasi Timor-Timur ke-45, Forum Komunikasi Pejuang Timor-Timur (FKPTT) Kabupaten Belu melakukan ziarah dan tabur bunga di Taman Makam Pahlawan (TMP) Seroja dan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Haliwen di Lesupu, Kelurahan Manumutin, Kecamatan Kota Atambua, Sabtu 17 Juli 2021.
“Iya, kita memperingati hari integrasi ini untuk mengenang kembali perjuangan para tokoh integrasi yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk mempertahankan Merah Putih di bumi Timor Lorosae,” katanya.
Dengan mengikuti protokol kesehatan Ketua FKPTT Kabupaten Belu, Agustinho Pinto bertindak sebagai Inspektur Upacara. Sementara Mantan Komandan MAHIDI (Mati Hidup dengan Integrasi), Filomeno Brito didapuk sebagai Komandan Upacara.
Dari informasi yang himpun Intimnews.com Peserta upacara dibagi menjadi dua regu, barisan FKPTT yang merupakan perwakilan dari pengurus dan mantan pejuang Timor-Timur yang diutus dari 12 Kecamatan se-Kabupaten Belu.
Selain itu hadir juga Arnaldo Da Silva Tavares yang adalah Putra Almarhum Mantan Panglima Pejuang Integrasi (PPI), Joao Tavares. Usai upacara, para pejuang itu melakukan tabur bunga di TMP Seroja dan TPU Haliwen.
Selain upacara jelas Agus Pinto yang juga Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Belu ini bahwa, pihaknya juga melakukan ziarah dan tabur bunga untuk mengenang para pahlawan pejuang integrasi Timor-Timur yang telah gugur baik saat proses perjuangan integrasi maupun setelah integrasi termasuk pasca jajak pendapat Timor-Timur tahun 1999 yang mengakibatkan Timor-Timur lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi.
“Kita juga ziarah dan tabur bunga untuk mendoakan para pejuang integrasi yang telah gugur,” pintanya.
Sejarah Integrasi Timor-Timur
Sejarah hari integrasi Timor-Timur ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terjadi tanggal 17 Juli 1976. Tim-Tim sempat menjadi provinsi termuda di RI selama Orde Baru sebelum akhirnya lepas pada 1999 dan menjadi negara sendiri dengan nama Timor Leste melalui jajak pendapat 30 Agustus 1999.
Proses integrasi Timor-Timur didahului dengan invasi militer oleh rezim Orde Baru yang disebut-sebut mendapat dukungan dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Kala itu, wilayah Timor-Timur masih berada di bawah pendudukan Portugal.
Ada tiga faksi yang berpengaruh di Timor-Timur saat itu, yaitu Partai Uniao Democratica Timorense (UDT), Frente Revolucionaria de Timor-Leste Independente (Fretilin), dan Associacao Popular Democratica de Timor (Apodeti).
UDT menginginkan Timor-Timur tetap menjadi koloni Portugal, Fretilin menghendaki kemerdekaan dan menjadi negara sendiri, sedangkan Apodeti ingin agar Timor-Timur bergabung dengan Indonesia.
Di antara ketiga faksi ini, Apodeti paling lemah pengaruhnya, kalah dari UDT dan Fretilin. Praktis, terjadi persaingan sengit antara UDT yang ingin mempertahankan status quo melawan keinginan merdeka dari Fretilin.
UDT menuduh bahwa Fretilin akan membawa Timor-Timur menjadi negara komunis. Perseteruan ini berujung pada konflik berdarah dan banyak warga Timor-Timur yang mengungsi ke kawasan perbatasan yang dekat dengan wilayah Indonesia.
Sejarah Singkat & Faktor Penyebab
Polemik internal di Timor-Timur ternyata membuat pemerintahan Orde Baru cemas. Presiden RI kala itu, Soeharto, merasa khawatir jika nantinya Timor-Timur merdeka akan menjadi negara komunis. Namun, Soeharto juga tidak rela membiarkan wilayah Timor-Timur terus di bawah penguasaan Portugal.
Soeharto kemudian menjalin komunikasi dengan Presiden Amerika Serikat kala itu, Gerald Rudolph Ford Jr. Tanggal 6 Desember 1975, Presiden Ford dan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, diterima Presiden Soeharto di Jakarta.
Terungkap dalam Chega: Laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi [CAVR] di Timor-Leste Volume 5 (2010), sehari setelah pertemuan itu, dilancarkan invasi militer ke Timor-Timur yang dikenal sebagai Operasi Seroja.
Kala itu, sedang berlangsung perang dingin antara blok liberal yang dipimpin oleh AS melawan blok komunis di bawah komando Uni Soviet. Setelah mendengar situasi terkini di Timor-Timur, pemerintah AS tentu saja tidak ingin Indonesia menjadi negara komunis.
Kelak, dokumen transkrip pertemuan antara Soeharto dengan Ford dan Kissinger itu dipublikasikan tanpa sensor pada 7 Desember 2001. Di dalamnya terungkap bahwa pemerintah AS secara sengaja membiarkan invasi militer Indonesia ke Timor-Timur.
Selain itu, merujuk pada laporan Washington Post, terkuak juga bahwa Amerika Serikat menyuplai 90 persen senjata untuk militer Indonesia dalam upaya invasi tersebut.
Kissinger menyebut bahwa apa yang dilakukan Indonesia terhadap Timor-Timur bukanlah intervensi militer, melainkan suatu bentuk pertahanan diri.
Kronologi “Pembebasan” Timor Timur
Sebelum Operasi Seroja, pemerintah RI sudah melancarkan operasi intelijen dengan nama sandi Operasi Komodo pada 1974 untuk mencari info-info terkait politik di Timor-Timur yang berpusat di Dili.
Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil “Petite histoire” Indonesia Volume 1 (2004) menuliskan, Operasi Komodo dipimpin oleh Ali Moertopo dan bertujuan memasukkan Timor-Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Hasil penyelidikan ini terungkap bahwa Fretilin yang berpaham komunis dan menginginkan kemerdekaan lebih diminati oleh sebagian besar rakyat Timor-Timur. Itulah yang menjadi alasan pemerintah RI dan AS melancarkan Operasi Seroja pada 7 Desember 1975.
Terlebih, tanggal 28 November 1975, Fretilin menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).
Kekuatan Fretilin ternyata kalah unggul dari angkatan perang RI yang konon mendapat bantuan dari AS. Malam tanggal 7 Desember 1975, Dili jatuh. Tiga hari berselang, giliran kota terbesar kedua di Timor-Timur, Baucau, yang direbut oleh militer Indonesia.
Hanya setengah tahun sejak itu, tepatnya 17 Juli 1976, Timor-Timur sepenuhnya dikuasai dan resmi menjadi bagian dari NKRI sebagai provinsi ke-27. Situasi ini bertahan selama Orde Baru berkuasa di Indonesia.
Setelah Soeharto dan Orde Baru runtuh pada 1998, diadakan referendum di Timor-Timur pada 30 Agustus 1999. Hasilnya, wilayah itu lepas dari Indonesia dan berdiri sebagai negara sendiri bernama Timor Leste sejak 2002 hingga kini.