INTIMNEWS.COM, MELAWI – Melawi menjadi kabupaten tertinggi angka stunting dan pernikahan usia dini Se-Kalbar. Hal tersebut membuat seluruh elemen masyarakat, organisasi dan OPD terus menggalakkan program pencegahan permasalahan tersebut.
Salah satu organisasi yang terus menggalakkan program pencegahan yakni Gabungan Organisasi Wanita (GOW). Di bawah kepemimpinan Rima Paramita, GOW Melawi terus melakukan sosialisasi dan seminar untuk pencegahan stunting dan pernikahan usia dini pada masyarakat.
“Stunting merupakan permasalahan nomor satu di Kabupaten Melawi. GOW terus bergerak untuk mendukung program pencegahan stunting. Salah satu kegiatan yang kami lakukan seperti hari ini, yakni Seminar Pengasuhan Anak Dengan Cinta,” ungkap Ketua GOW Melawi, Rima Paramita saat diwawancarai pada kegiatan Seminar Pengasuhan Dengan Cinta di Pendopo Rujab Bupati Melawi, Rabu 20 September 2023.
Menurutnya, kegiatan seminar ini bisa membantu untuk pencegahan stunting. Hal ini, kata dia, para peserta akan dibekali ilmu tentang mendidik anak dengan baik dan benar.
“Para peserta yang hadir kebanyakan sudah memiliki anak. Semoga dengan ikut seminar ini para peserta bisa mengaplikasikan ilmunya kepada anaknya masing-masing. Salah satu faktor terjadinya stunting yakni cara orang tua merawat anaknya. Kalau orang tua baik memperhatikan pola makan, pertumbuhan anak dan lain sebagainya, saya yakin angka stunting akan menurun,” ujarnya.
Rima menyampaikan, GOW Melawi terus memberikan pengetahuan dan pembekalan kepada 21 organisasi wanita di Kabupaten Melawi yang tergabung di GOW, tentang bagaimana untuk melakukan pencegahan stunting di masyarakat.
“Kita terus memberikan pembekalan pencegahan stunting kepada seluruh anggota kita. Ketika mereka terjun langsung ke masyarakat, mereka sudah punya ilmu untuk disampaikan kepada masyarakat bagaimana cara untuk mencegah stunting,” terangnya.
Kata Rima, selain stunting, pernikahan usia dini juga menjadi fokus utama GOW Melawi untuk melakukan pencegahan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat.
“Selain pembekalan pencegahan stunting, seluruh anggota GOW Melawi juga kita bekali untuk bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang dampak dan bahayanya melakukan pernikahan usia dini,” jelasnya.
“Ketika kita sudah turun ke lapangan, kita bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa anak-anak seusia segitu seharusnya melanjutkan sekolah, bukan untuk menikah dulu. Karena salah satu dampak dari pernikahan usia dini yakni peningkatan risiko kesehatan dan psikologis anak tersebut,” tuturnya.
Selain itu, sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of American Academy of Pediatrics, menemukan dampak gangguan kejiwaan seumur hidup terkait pernikahan dini. Dampak tersebut juga berkaitan dengan faktor sosiodemografi, termasuk usia, ras, tingkat pendidikan, pendapatan rumah tangga, dan lokasi tempat tinggal.
Berdasarkan data, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pernikahan dini dikaitkan dengan gangguan kejiwaan seperti:
• Depresi
Kekerasan dalam rumah tangga tentu mengarah pada gangguan kesehatan mental, seperti depresi dan post traumatic stress disorder. Belum lagi jika pasangan muda menghadapi keguguran yang sering terjadi pada pasangan suami istri berusia muda. Peristiwa-peristiwa seperti itu juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental dan trauma jangka panjang.
• Kecemasan
Sebuah studi mengungkapkan bahwa anak perempuan di bawah usia 18 tahun yang sudah menikah, cenderung mengalami penyalahgunaan zat dan alkohol. Menjalani kehidupan berumah tangga di usia muda bukanlah hal yang mudah.
United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa remaja cenderung belum mampu mengelola emosi, dan mengambil keputusan dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ketika terjadi konflik dengan pasangan.
• Gangguan Bipolar
Dampak psikologis pernikahan dini sering kali berkaitan dengan alasan terjadinya pernikahan. Di beberapa negara atau daerah di Indonesia, pernikahan dini berkaitan dengan tekanan keluarga, tingkat ekonomi, kehamilan pranikah, dan paksaan pasangan. Meskipun sebelum pernikahan terjadi tidak ditemukan gangguan kesehatan mental pada seorang wanita, tapi hal tersebut dapat berkembang seiring berjalannya pernikahan. (**)
Editor: Irga Fachreza