INTIMNEWS.COM , JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau penguatan pengawasan aktif Inspektorat untuk meminimalisir tindak pidana korupsi. Hal ini diutarakan pada rapat monitoring dan evaluasi (monev) pemberantasan korupsi dengan 15 Kepala Daerah dan jajaran se-Kalimantan Tengah (Kalteng) secara daring pada Kamis, 9 September 2021.
“Satu penindakan dilakukan di satu wilayah, dapat menjadi stimulan penindakan di wilayah yang lain. Hati-hati ini. Perhatikan lagi perizinan dan pengadaan barang jasa. Tolong diperkuat pengawasan aktifnya. Pada permulaan, pelaksanaan dan paska program,” ujar Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah III KPK Bahtiar Ujang Purnama.
Selama ini, yang kita lakukan cenderung pengawasan pasif atau selama tidak ada pengaduan, tidak dilakukan pengawasan. Kedua, laporan kegiatan di mana reviu baru dilakukan setelah ada laporan kegiatan.
“Saya menyarankan pada beberapa wilayah yang terkena OTT, inspektoratnya diganti saja karena tidak menjalankan perannya secara optimal. Karena seharusnya, sebelum sampai ke KPK, Inspektorat sudah terima pengaduan dan berani melakukan pemeriksaan,” tambah Bahtiar.
Selaras dengan Bahtiar, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran turut hadir menyampaikan pentingnya memiliki Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang handal sehingga diharapkan upaya memerangi korupsi dapat berhasil. Peran APIP diharapkan ditekankan pada upaya preventif melalui audit kinerja, monev, reviu, konsultasi, dan sosialisasi.
“Adanya mekanisme manajemen yang didukung oleh kepastian hukum akan sangat memungkinkan terciptanya sistem yang dapat mengurangi kesempatan korupsi. Pada akhirnya, faktor penimbul korupsi akan terhambat oleh sistem yang baik,” ujar Sugianto.
Selain sistem yang dibuat, lanjut Sugianto, tergantung niat para pejabat pemegang anggaran. “Kalau niat tidak ada, insyaAllah tidak akan terjadi korupsi atau pungli di dalam pemerintahan,” tambah Sugianto.
Merespon mengenai perizinan, Sugianto menyampaikan detail jumlah perizinan yang ada di Kalteng di mana sebagian besar tidak ada kewenangan Pemprov untuk memberikan izin atau keputusan akhir terkait perizinan.
Sri Suwanto selaku Kepala Dinas Kehutanan Provinsi menyampaikan pertimbangan yang serupa dengan Gubernur, hampir tidak ada perizinan yang diberikan dari Provinsi. Provinsi hanya memberikan pertimbangan teknis. Dengan semakin sedikitnya keterlibatan Pemprov, Pemprov merasa faktor pengawasan semakin terminimalisir.
“18 persen Kalteng areal penggunan lain (APL), 82 persen merupakan kawasan hutan. Baru-baru ini ada pelepasan parsial sebesar 21 persen lahan non-hutan. Hampir 300 izin sawit. 95 izin dulu namanya HPH/HTI. 90 persen izin perkebunan di wilayah Kab/Kota, Provinsi hanya memberikan pertimbangan teknis. Tidak ada perizinan langsung di Provinsi. Kecuali perlintasan tapi hanya sedikit,” ujar Suwanto.
Merespon hal tersebut, KPK memberi masukan untuk optimalisasi BPHTB mengingat BPHTB merupakan salah satu potensi di Kalteng karena lahan kebun kelapa sawit yang sangat luas. Sementara, kebanyakan perusahaan tidak mengurus HGU dengan baik. Disana ada potensi penerimaan tetapi harus terlebih dahulu dilakukan operasi.
“Mohon bantuan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHBun). Intinya HGU harus sama dengan nama perusahaan, jika tidak sama, harus diurus sehingga ada potensi penerimaan BPHTB untuk pemda,” ujar Ketua Satuan Tugas Korsup Wilayah III KPK Edi Suryanto.
Menutup kegiatan, KPK menyarankan pertama terkait dokumen perizinan, harus lengkap. KPK menyarankan pengusaha jangan diberikan izin apabila dokumen tidak lengkap. Kedua, usaha haruslah bermanfaat untuk daerah bukan malah membawa kerugian atau dampak lingkungan. Ketiga, tidak ada transaksional untuk pelaku teknis maupun taktis.
“Intinya, jangan ada yang tersambar oleh APH ya Kalteng. Perbaiki tata kelola, terutama perizinan,” pungkas Bahtiar. (rls)