INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Kamis, 16 Februari 2023 lalu, Menteri Pertanian Republik Indonesia, Syahrul Yasin Limpo melakukan seremonial tanam padi sekaligus peletakan batu pertama Rice Milling Unit (RMU) atau Penggilingan Padi Modern sebagai agenda kunjungan kerja ke kawasan proyek Food Estate di Desa Bentuk Jaya Blok A5, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Menyikapi acara seremonial tersebut, WALHI Kalimantan Tengah menilai pemerintah tidak serius dalam menyikapi masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek strategi nasional. Desa Bentuk Jaya yang juga masuk dalam areal PLG/Eks PLG seharusnya menjadi fokus untuk pemulihan atau restorasi ekosistem gambut sesuai dengan kebijakan daerah dalam rencana perlindungan dan pengelolaan ekositem gambut Kalimantan Tengah dan juga sesuai dengan kebijakan sebelumnya Rencana Induk Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Eks-Proyek Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah.
“Proyek Food Estate ini kontradiktif dengan upaya restorasi gambut, intervensi proyek yang melakukan pembukaan lahan gambut dan kanal justru akan menurunkan dan merusak fungsi ekosistem gambut, khususnya fungsi lindung,” kata Bayu Herinata selaku Direktur WALHI Kalimantan Tengah.
“Kegiatan intensifikasi yang dilakukan juga terbukti tidak menjawab ketersediaan pangan dan hanya memperparah kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi sosial petani,” tambahnya.
Menurut pemantauan yang dilakukan oleh WALHI Kalimantan Tengah, selama ini sudah beberapa kali pejabat negara yang datang ke kawasan proyek Food Estate untuk melakukan seremonial baik itu peninjauan, tanam padi, dan panen raya. Namun hingga saat ini proyek Food Estate di Kalimantan Tengah masih sangat jauh dari narasi pemenuhan dan ketahanan pangan yang digaung-gaungkan oleh pemerintah, sehingga WALHI mengatakan bahwa proyek ini gagal menjawab narasi tersebut.
Selain menyoroti kunjungan yang dianggap hanya sekedar acara seremonial saja, Bayu juga mengungkapkan bahwa seharusnya Menteri Pertanian dan pejabat negara yang datang ke kawasan mega proyek Food Estate melakukan evaluasi bersama semua pihak untuk mengetahui sejauh mana proyek itu berjalan dan efektifkah program tersebut bagi masyarakat.
“Mereka datang ke Kalteng atau area Food Estate harusnya melihat secara jelas dan melakukan evaluasi, jelas sudah menurut hasil pemantauan kami bahwa mega proyek ini gagal. Bahkan sistem pengelolaan proyek inipun berantakan dan merugikan petani. Petani hanya dijadikan objek saja untuk proyek yang hanya menguntungkan pihak lain. Intensifikasi saja tidak berjalan baik, masih saja melakukan ekstensifikasi,” terangnya.
Selaras dengan Bayu, Igo selaku Manajer Kampanye WALHI Kalimantan Tengah juga mengatakan bahwa berdasarkan pemantauan serta diskusi yang dilakukan bersama petani pada kawasan Food Estate, dikatakan bahwa proyek ini dianggap tidak mempunyai kejelasan. Bahkan bantuan yang selama ini diberikan tidak benar-benar menjawab persoalan bagi petani.
“Kami sudah sering datang ke kawasan mega proyek Food Estate ini, banyak petani yang mengeluhkan terkait program ini. Bantuan yang tidak sesuai, proyek yang membingungkan, dan pelaksanaan yang tidak benar-benar terlaksana dengan baik. Negara hanya memberikan harapan palsu bilamana proyek ini diteruskan. Segera lakukan evaluasi dan hentikan proyek ini, jangan banyak seremonial omong kosong,” ungkapnya. (**)
Editor: Andrian