INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) pada konferensi persnya menyatakan bahwa saat ini telah menetapkan status tersangka serta melakukan penahanan kepada Bupati Kabupaten Kapuas Ben Brahim S. Bahat beserta Istrinya Ary Egahni yang juga anggota DPR RI dengan dugaan tindak pidana korupsi.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan bahwa Bupati Kapuas beserta istrinya ditetapkan sebagai tersangka karena beberapa dugaan korupsi dari kegiatan gratifikasi dan penggunaan anggaran daerah. Ben Brahim diduga menerima suap dari pihak swasta terkait izin lokasi untuk perusahaan perkebunan sawit. Jumlah uang suap yang diterima mencapai total Rp 8,7 miliar, uang tersebut antara lain digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional yang berperan dalam kontestasi pilkada kabupaten kapuas dan pilkada kalimantan tengah.
Menyikapi hal ini, Bayu Herinata selaku Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah menyatakan bahwa ini merupakan kali ketiga KPK RI melakukan penetapan tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi di Kalimantan Tengah terutama untuk adanya dugaan tindak pidana korupsi atas suap yang dilakukan pihak swasta untuk melanggengkan usahanya di Kalimantan Tengah.
“Ini Kasus ketiga, sebelumnya ada dua kasus yang KPK tangani yaitu kasus suap anggota Komisi B DPRD Kalteng tahun 2018 oleh anak perusahaan Sinarmas Group atas dugaan pencemaran lingkungan dan perizinan perkebunan sawit dan kasus suap untuk melanggengkan tiga izin pertambangan yang dilakukan oleh Bupati Kotim pada tahun 2019.” kata Bayu.
Selain itu Bayu juga menambahkan bahwa dari dua kasus sebelumnya hanya kasus suap terhadap anggota Komisi B DPRD Kalteng yang lanjut hingga ke Pengadilan. Sedangkan untuk status tersangka terhadap Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) masih belum ada tindak lanjut hingga saat ini.
“Apresiasi upaya penegakan hukum oleh KPK RI, namun tetap ada kritik yaitu proses penyidikan dan penyelidikan kasus dugaan korupsi ini tidak berhenti hanya kepada Bupati Kapuas dan Istri saja tapi harus dikembangkan dan juga menjadi penting untuk menyasar pihak lain, khususnya perusahaan yang melakukan suap dalam rangka mendapatkan izin usaha di sektor perkebunan,“ jelasnya.
Di tempat uang sama, Janang Firman Palanungkai selaku Manajer Advokasi dan Kajian WALHI Kalimantan Tengah juga memberikan penegasan atas kasus yang ada. Menurutnya KPK RI jangan sampai terkesan adanya dugaan tebang pilih kasus atas dilakukannya penahanan terhadap Bupati Kapuas dan istri. Mengingat sebelumnya, belum ada tindak lanjut atas status tersangka mantan Bupati Kotim pada tahun 2019 lalu oleh KPK RI.
“Kita dukung penuh tindakan KPK RI memberantas korupsi di Kalteng terutama untuk kasus korupsi yang berdampak pada pelanggengan izin investasi yang cacat Hukum dan berdampak merusak Lingkungan Hidup. Namun jangan sampai ini akan membuat kesan buruk untuk kedua kalinya seperti tergantungnya status tersangka Bupati Kotim sebelumnya.” kata Janang.
Janang juga menyampaikan bahwa KPK RI harus membuka siapa perusahaan perkebunan swasta yang melakukan suap untuk melanggengkan izinnya kepada Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat. Mengingat bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut juga merupakan perilaku kejahatan dan melanggar hukum.
“KPK RI harus membuka siapa perusahaan pelaku suap tersebut agar nantinya kepada aparat penegak hukum bisa memproses untuk pengembangan kasus ini. Izin perusahaan itu harus dicabut, karena itu tindakan yang cacat hukum atas perizinannya.” tambah Janang. (**)
Editor: Andrian