INTIMNEWS.COM, SUKAMARA – Setelah membayarkan ganti rugi sesuai dengan hasil keputusan sidang Dewan Adat Dayak (DAD) beberapa waktu lalu, dan para ahli waris, puluhan orang masih menduduki di areal perkebunan PT Sungai Rangit, di Kabupaten Sukamara. Mereka bersikukuh menagih ganti rugi makam.
Massa yang tergabung dalam koalisi ormas dayak dari organisasi Forum Pemuda Dayak (Fordayak) Kabupaten Kotawaringin Barat dan Borneo Sarang Peruya (BSP) Gerdayak Indonesia, melakukan aksi ritual adat untuk menutup aktifitas perusahaan tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun awak media di lapangan, aksi ini sebagai tindak lanjut dari surat mandat dan pelimpahan yang terima oleh Fordayak Kobar, dari desa Sukaraja Kabupaten Sukamara.
Perihal kasus pelanggaran adat perusakan makam leluhur kelompok masyarakat adat Desa Sukaraja, dan penyelesaian lahan kemitraan lahan kelompok tani Mitra terpadu 1-B seluas 34,40 hektar.
Dalam surat pemberitahuan yang di terima, aksi tersebut juga merupakan pendampingan, pendudukan / penguasaan 106 hektar lahan potensi Desa Sukaraja di luar HGU PT Sungai Rangit Sampoerna Agro di Kabupaten Sukamara.
Surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh Ketua Fordayak Kobar, Kristianto Tunjang, dan Katua GSP Gerdayak Indonesia Wili Tawung Uju, menyebut bahwa aksi tersebut merupakan tindak lanjut.
Karena, kedua belah pihak tidak menemukan titik temu dengan perusahaan terkait penyelesaian ganti rugi lahan makam leluhur setempat.
“Perlu kami sampaikan bahwa kami sebagai pemenang mandat sudah berupaya membantu menyelesaikan kasus tersebut, namun pihak perusahaan tidak bersedia memenuhi permohonan kami,” kata isi surat yang ditandatangani oleh Ketua Fordayak Kobar, Kristianto Tunjang.
Selanjutnya, dalam surat tersebut dijelaskan, bahwa pihaknya akan melaksanakan aksi dan ritual adat di lokasi yang menjadi sengketa.
“Sehubungan dengan permasalahan di atas kami akan melakukan aksi dan ritual adat untuk menutup segala aktifitas apapun di areal Sungai Rangit dalam rangka menuntut penyelesaian kasus sebagaimana perihal diatas, yang sampai sekarang tuntutan tersebut masih belum diselesaikan,” jelasnya.
Sementara itu, Plantation Support Manager PT Sungai Rangit, Dimas Setyawan saat dikonfirmasi membenarkan adanya aksi masa ormas di wilayah perkebunan mitra perusahaan.
Bahkan sejumlah anggota dari ormas tersebut hingga kini diketahui masih berada di lokasi.
“Betul mas, saat ini juga sejumlah anggota ormas masih bertahan di kebun,” ujarnya, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (27/4/2022).
Menurutnya, aksi ormas tersebut, sejatinya tidak relevan, karena permasalahan ganti rugi lahan makam yang menjadi tuntutan warga sebenarnya sudah diakomodir oleh pihak perusahaan.
“Sebenarnya sudah tidak ada masalah lagi, karena perusahaan sudah membayarkan ganti rugi sesuai dengan hasil keputusan sidang Dewan Adat Dayak (DAD) beberapa waktu lalu, dan para ahli waris juga sudah menerima ganti rugi tersebut,” jelasnya.
Pihaknya justru heran, dengan keberadaan ormas yang dianggap justru mengabaikan hasil keputusan dari DAD yang telah memutuskan penyelesaian masalah tersebut.
“Karena uang ganti rugi tersebut sudah dibayarkan oleh perusahaan dan juga sudah diterima oleh ahli waris,” katanya
Seharusnya permasalahan ini sudah selesai, bahkan selain itu penyelesaian masalah lahan kemitraan kelompok tani 1B Desa Sukaraja dan masalah lahan 106 Hektar yang dimiliki oleh 2 kelompok tani lainnya.
Bahkan penyelesaiannya ditangani langsung oleh pejabat Sukamara termasuk didalamnya Bupati, Polres, Kejaksaan, dan sejumlah pihak terkait lainnya, terangnya.
Dimas meneruskan, pihaknnya juga menyayangkan adanya aksi tersebut.
Menurutnya wilayah yang saat ini duduki oleh warga tersebut, merupakan wilayah kebun kemitraan, yang masuk dalam areal kelompok tani Mitra Terpadu II dan Kelompok Tani milik Usaha Tani Sejahtera II.
“Yang dirugikan disini adalah warga masyarakat itu sendiri, karena tempat yang di kuasai tersebut merupakan wilayah kebun kemitraan, justru kita ingin mengantisipasi hal ini agar tidak ada gesekan antara masyarakat,” imbuhnya.
Hingga berita ini diturunkan, awak media yang mencoba mengkonfirmasi permasalahan tersebut, belum mendapatkan jawaban dari ketua DAD Sukamara. Ketua DAD Sukamara H Ahmadi, belum menjawab pesan singkat yang dikirimkan awak media.
Sementara itu, Kapolres Sukamara AKBP Dewa Made Palguna, mengatakan, hingga kini pihaknya masih mengkaji administrasi dan legalitas lahan yang menjadi sengketa ini.
“Masalah tersebut menjadi atensi kami, bahkan saat ini kami juga baru selesai rapat bersama dinas terkait untuk membahas masalah tersebut,” kata Kapolres Sukamara AKBP Dewa Made Palguna.
Kapolres menjelaskan, ada beberapa poin penting yang menjadi pembahasan rapat tersebut.
Diantaranya adalah terkait tapal batas, kemudian terkait aturan kementerian yang turun yang sampai saat ini masih kita kaji, apakah wilayah tersebut masuk Kabupaten Kotawaringin Barat atau Kabupaten Sukamara.
“Ada beberapa dukumen yang saat ini sedang kita kaji, termasuk dokumen dari perusahaan juga kami minta untuk memastikan apakah lahan yang menjadi sengketa tersebut diluar HGU atau memang kawasan konservasi,” jelasnya.
Terkait pengamanan dilokasi, pihaknya mengaku hingga kini terus melakukan pengawasan dan meningkatkan patroli di wilayah yang menjadi sengketa.
“Kami rutin melaksanakan patroli dialogis ke masing-masing kampung kemudian para kelompok tani juga kami minta untuk bersabar, karena masih berproses pendalaman agar langkah kepolisian juga tidak keliru,” tegasnya.
Pihaknya juga meminta agar pihak yang terlibat, baik itu kelompok tani, perusahaan bisa duduk bersama menyelesaikan permasalah ini tentunya dengan dimediasi oleh pemerintah dan kepolisian.
Terpisah, Ketua DAD Kotawaringin Barat, H Udan Rahman membenarkan, bahwa ganti rugi lahan makam tersebut sudah di diselesaikan, bahkan dirinya langsung yang turut menyerahkan uang ganti rugi dengan dilengkapi dengan bukti dokumentasi.
“Untuk yang kemarin terkait tuntutan masyarakat di PT Sungai Rangit yang di Desa Sumber Mukti, sudah selesai, dan diterima langsung oleh ahli warisnya terkait sanksi adat (denda),” kata H Udan.
Namun tuntutan warga yang baru ini bukan lagi di wilayah Kotawaringin Barat, tetapi wilayah Kabupaten Sukamara. “Jadi kami tidak bisa ikut campur, itu wewenangnya DAD Sukamara,” pungkasnya.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian