INTIMNEWS.COM, JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya aliran dana kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) dari transaksi yang mencurigakan hingga triliunan rupiah. Salah satu sumbernya berasal dari tambang ilegal.
Temuan tersebut ditanggapi oleh Ketua Umum Nasional Corruption Watch, Hanifa Sutrisna. Menurutnya, aliran dana kampanye dari tambang ilegal itu disinyalir dari penggangsiran nikel yang berada di Sulawesi.
“Apa yang disampaikan oleh PPATK terkait aliran dana ke rekening bendahara partai, berdasarkan info dari whistleblower (saksi pelapor) kita, ada perusahaan yang diduga melakukan tambang nikel ilegal yang merugikan negara lebih kurang hingga Rp 3,7 triliun. Lokasinya di Sulawesi,” ungkap Hanifa dikutip Selasa 16 Januari 2024.
Adapun modus yang digunakan penambang ilegal tersebut, sambung Hanifa, memakai Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diduga asli tapi palsu alias aspal. Maksudnya, izin itu terdaftar di sistem resmi Minerba One Data Indonesia (MODI) milik Ditjen Minerba Kementerian ESDM, namun diperoleh dengan cara yang tidak sah.
IUP tersebut sebelumnya dicabut oleh Kementerian Investasi atau BKPM, kemudian dihidupkan kembali melalui gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Masalahnya, pihak yang mengajukan gugatan bukan perusahaan pemilik IUP tersebut, melainkan perusahaan lain yang sama sekali baru.
“Dikatan asli karena terintegrasi di MODI Ditjen ESDM, tapi dikatakan palsunya karena yang menggugat ke PTUN itu bukan pemilik IUP yang dicabut,” bebernya.
Hal senada diungkapkan oleh Pakar Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin, Abrar Saleng. Ia mengatakan, aktivitas tambang nikel ilegal di Sulawesi sangat merugikan negara. Sebab, kerap menerobos ke area IUP yang sudah ada pemiliknya. Termasuk ke kawasan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Ada perusahaan tambang nikel di Sulawesi Tenggara yang sudah jadi PSN dan ada smelter, wilayahnya digasak. Tentu ini mengganggu investasi yang sudah berjalan dan dicanangkan oleh negara,” jelas Abrar.
Ia menegaskan, ada dua kondisi yang membuat tambang ilegal menjamur. Yakni ketika terjadi lonjakan harga komoditas, dan saat menjelang Pemilu yang dimotori oleh oknum kontestan pemilihan.
“Tambang ilegal akan marak ketika dua momen, ketika harga bagus dan menjelang kontestasi Pemilu. Orang-orang yang menjadi calon, ada di situ. Dia dapat uang sekaligus suara karena mempekerjakan para penambang ilegal,” pungkasnya. (**)
Editor: And