Oleh: Wira Prakasa Nurdia
INTIMNEWS.COM – INDONESIA selalu berhadapan dengan problem penggunaan identitas menjelang tahun politik seperti sekarang. Kekhawatiran tersebut nyata dan bisa saja hadir di tengah-tengah keharmonisan masyarakat saat ini. Bawaslu bahkan mengonfirmasi bahwa politik identitas pada 2024 nanti akan marak sehingga perlu disiapkan strategi pencegahannya.
Begitu juga di Kotawaringin Timur (Kotim), sebagai daerah yang heterogen dan punya traumatisme masa lalu terkait isu primordial, peringatan Bawaslu tadi tentunya menjadi warning agar kejadian di masa silam tidak terulang kembali. Salah satu upaya meminimalisasi penggunaan politik identitas ialah dengan menghadirkan dialog-dialog bernas.
“Diskusi seperti ini membuka wawasan kita mengenai politik identitas baik dari segi dampak maupun implikasinya, namun yang perlu digarisbawahi adalah identitas merupakan sesuatu yg given atau terberi, sehingga yang salah bukan identitasnya melainkan perilaku individunya yang mengeksploitasi identitas untuk tujuan-tujuan elektoral,” kata Saipudin Ikhwan, pengamat politik, dalam diskusi daring via Zoom, Minggu (11/6/2023).
Diskusi yang mengusung tema “Politik Identitas dan Pemilihan Umum: Pengaruh dan Implikasinya,” tersebut dihadiri oleh 17 peserta yang mayoritas merupakan pengurus DPD KNPI, Persatuan Pemuda Kotim (PPK), dan OKP di Kotim.
Rebut Ruang Publik
Dalam realitas politik hari-hari ini, penggunaan metode informal seperti buzzer dianggap lazim. Buzzer sendiri umumnya bertugas menciptakan narasi tertentu sebagai protokol komunikasi lalu menyebarluaskannya di media sosial. Problemnya, narasi yang disebarkan umumnya bersifat “pesanan”, dan berdampak fatal jika isu yang diangkat punya muatan primordial. Hal terakhir inilah yang seharusnya menjadi perhatian, khususnya pemuda Kotim.
“Pemuda Kotim sudah seharusnya merebut ruang publik khususnya medsos karena jika semua itu sudah dikuasai oleh politisi yang berorientasi pada kekuasaan semata bukan tidak mungkin eksploitasi identitas ini dimainkan.” Lanjut Saipudin.
Penggunaan isu identitas ini akan punya dampak yang serius kepada masyarakat mengingat penduduk Kotim begitu majemuk. Terlebih di era digital, penggunaan medsos menjadi medium bagi kontestan politik untuk melakukan berbagai persuasi dan kampanye di ruang-ruang digital, termasuk eksploitasi identitas.
Sehingga penguasaan pemuda terkait lalu lintas informasi menjadi mutlak diperlukan.
Penguasaan media sosial dalam konteks ini tidak dalam arti negatif, tetapi untuk mengimbangi kampanye politik bernuansa primordial yang berpotensi membangkitkan bahaya laten dari isu-isu kebinekaan.
Tingkatkan Literasi Pemilih
Namun, seketat apa pun regulasi mengenai larangan politisasi identitas, penggunaan isu ini akan terus ada dan langgeng karena para kandidat masih melihat simpul masyarakat laiknya ceruk untuk kepentingan elektoral belaka. Sehingga tantangan saat ini adalah membentuk masyarakat yang rasional dengan meningkatkan literasi pemilih.
“Saat ini yang paling penting bagaimana caranya kita menguatkan basis masyarakat sipil (civil society) dengan literasi ini merupakan tugas pemuda untuk mengedukasi mengenai pemilu hingga masyarakat misalnya bisa memfilter mana hoaks, politisasi identitas, hingga politik uang,” tutupnya. (**)