Oleh: Maman Wiharja (Jurnalis Senior – Kalimantan Tengah).
Belakangan ini, nama Prajogo Pangestu makin tenar di berbagai media, baik online, cetak, hingga televisi. Konglomerat Indonesia ini dinobatkan sebagai orang terkaya ke-25 secara global. Berdasarkan laporan yang diterbitkan majalah bisnis dan keuangan ternama Amerika Serikat pada Selasa, 14 Mei 2024, kekayaan Prajogo Pangestu bernilai sekitar 62,3 miliar dolar AS.
Jika dikonversikan ke rupiah Indonesia dengan nilai tukar Rp. 16.129 per dolar AS, kekayaannya berjumlah sekitar Rp. 1.004,8 triliun, menjadikannya orang terkaya di Indonesia pada usia 80 tahun. Pria kelahiran Sambas, Kalimantan Barat ini memulai karirnya sebagai sopir angkot.
Patut dicatat, banyak masyarakat Indonesia, khususnya di Kalimantan, yang mungkin belum familiar dengan Prajogo Pangestu. Aksi filantropisnya baru-baru ini antara lain berupa sumbangan dua drum besar untuk Masjid Agung Darussalam di Palangka Raya dan Masjid Agung Sabilal Mutaqin di Banjarmasin.
Berkaca pada sejarah, penulis mengenang awal mula karir jurnalistiknya pada tahun 1975 di Cirebon bersama Surat Kabar Harian Umum Media Indonesia yang merupakan bagian dari Daerah Karesidenan Cirebon yang meliputi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Majalengka, dan Kabupaten Kuningan.
Pada tahun 1996, penulis menjamu seorang tamu bernama Goche (Pak Goche), yang mewakili Surya Paloh, Pemimpin Umum HU.Media Indonesia. Goche menugaskan penulis untuk menginisiasi pembangunan dua buah drum besar di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Untuk memudahkan komunikasi mengenai berbagai kebutuhan konstruksi drum, penulis dibekali dengan alat komunikasi canggih pada masa itu yang dikenal dengan nama ‘Fizzer’. Ada rasa gembira yang dirasakan penulis, karena saat itu tidak ada satupun rekan jurnalisnya di Cirebon yang memiliki Fizzer.
Setelah dua bulan menyelesaikan desain drum, Pak Goche mempercayakan penulis dengan tanggung jawab tambahan: mencari dua truk trailer untuk mengangkut drum dari Kuningan ke Jakarta, yang kemudian akan dikirim melalui laut ke Banjarmasin.
Setelah mengetahui bahwa drum tersebut akan dikirim melalui laut ke Banjarmasin, penulis dengan sigap menginformasikan kepada Pak Goche bahwa jalur transportasi dari Pelabuhan Cirebon ke Banjarmasin baru-baru ini telah dibangun. Rute ini dilayani oleh KM. Ciremai yang telah diresmikan tiga bulan lalu oleh Presiden Soeharto. Nama KM. Ciremai berasal dari gunung tertinggi di Jawa Barat yaitu Gunung Ciremai yang terletak di wilayah Kabupaten Kuningan dan Majalengka.
Mengikuti Tuan. Laporan Goche kepada Pak Surya Paloh, akhirnya diputuskan kedua drum tersebut akan diberangkatkan langsung ke Banjarmasin. Selanjutnya Pak Goche menugaskan penulis untuk menghubungi Pelabuhan Cirebon, dimana diperoleh informasi mengenai KM. Ciremai yang dioperasikan oleh PT. Pelni. Patut dicatat bahwa Pimpinan PT. Pelni Watu, Pak Sutari, kenal baik dengan penulis yang berprofesi sebagai jurnalis. Oleh karena itu, kapal tersebut diatur untuk memiliki dua palka yang dirancang khusus untuk kedua drum tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih karena Bapak Surya Paloh diijinkan melakukan perjalanan ke Banjarmasin untuk meliput serah terima dua gendang besar tersebut pada bulan Ramadhan tahun 1395 H – 1996.
Ringkasnya, KM. Ciremai berangkat dari Pelabuhan Cirebon sekitar pukul 10.00 WIB dan tiba di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin pada pukul 05.00 WIB keesokan harinya. Jangkar dijatuhkan, dan kedua drum tersebut berhasil diangkut ke gudang sekitar pukul 07.30 WIB.
Barulah penulis mengetahui bahwa kedua kendang besar tersebut dipesan oleh Bapak Prajogo Pangestu, satu kendang ditujukan untuk Masjid Agung Sabilal Muhtadin Banjarmasin dan satu lagi untuk Masjid Agung Daruissallam Palangka Raya.
Penyerahan dua buah bedug kepada Gubernur Kalsel H. Hasan Aman dilakukan Abdussamad Sulaeman. HB (sekarang Armahum), pendiri PS Football Club Baruto Putra Kalimantan Selatan dan pemilik PT. Grup Hasnur.
Pada periode ini penulis mewawancarai H. A. Sulaeman HB mengenai pesanan dua buah kendang besar dari Prajogo Pangestu. H. A. Sulaeman HB menceritakan, saat Prajogo Pangestu berada dalam posisi serupa, ia sedang bepergian dengan mobil melintasi Kota Banjarmasin.
Prajogo Pangestu menanyakan tentang Masjid Raya, menanyakan namanya. Mengetahui namanya Masjid Agung Sabilla Muhtadin, ia pun melanjutkan perbincangan hingga berujung pada keputusan untuk membuat sebuah bedug berukuran besar untuk ditempatkan di Masjid Raya Sabilla Muhtadin, dan satu lagi bedug yang diperuntukkan bagi masjid agung di Palangka Raya, demikian disampaikan oleh H. A. Sulaeman HB.
Narasi ini menyoroti sejarah Prajogo Pangestu yang akan merayakan ulang tahunnya yang ke-80 pada 13 Mei 2024, memiliki kekayaan Rp 1.060 triliun, dan baru-baru ini didampingi Presiden Prabowo Subianto ke Beijing, China, bersama beberapa pengusaha terkemuka Tanah Air. ****