INTIMNEWS, PALANGKA RAYA – Rencana Pemerintah untuk merevisi harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai sebagai sebuah langkah yang harus dilakukan. Karena harga minyak dunia yang saat ini telah jauh melambung.
Mantan Anggota DPR RI asal Kalimantan Tengah, Hang Ali Saputra Syah Pahan mengatakan, rencana pemerintah menaikkan harga BBM adalah langkah yang mau tidak mau harus dilakukan. Menurutnya, hal ini untuk menutupi bengkaknya subsidi BBM.
untuk menutupi bengkaknya subsidi tersebut adalah langkah yang mau tidak mau harus dilakukan.
“Rencana Pemerintah menaikkan harga BBM ini adalah kondisi yang mau tidak mau, tepat tidak tepat, itu adalah salah satu upaya yang terbaik dari yang terburuk,” tegas Hang Ali, Minggu 28 Agustus 2022.
Hang Ali mengatakan, subsidi BBM yang harus dikucurkan pemerintah terus membengkak. Alokasi subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun masih kurang dan perlu disiapkan penambahan Rp 195,6 triliun hingga akhir tahun ini.
Latar belakang rencana kenaikan harga BBM ini, ungkap Hang Ali, harus dipahami secara logis semua pihak. Saat penyusunan APBN yang salah satunya menetapkan besaran subsidi energi termasuk di dalamnya subsidi BBM, pemerintah telah memperhitungkan berdasarkan harga saat itu.
“Namun dalam perkembangannya, gejolak ekonomi dunia yang terjadi mengakibatkan banyak perhitungan yang jauh melebihi perkiraan, termasuk harga minyak dunia yang melonjak sangat tinggi,” ungkapnya.
Jika Pemerintah tetap bertahan dengan perhitungan sebelumnya, kata dia, maka akan terjadi deviasi anggaran yang sangat besar. Ini kata Hang Ali akan berpotensi mengganggu pembiayaan pembangunan sektor lainnya.
“Misalnya, kalau awalnya perkiraan subsidi Rp5000dengan harga minyak Rp10 ribu, maka saat ini harga minyak dunia naik menjadi 20 ribu. Maka bisa kita bayangkan, bahwa subsidinya akan membengkak tiga kali lipat. Terlalu banyak anggaran hanya untuk menutupi subsidi saja,” ujarnya.
Selain itu lanjut Hang Ali, sekarang ini untuk sektor-sektor yang banyak menggunakan BBM, seperti jasa angkutan bahan pokok dan lain-lain, sejatinya telah “terbiasa” dengan naiknya harga BBM di lapangan.
“Seperti di Kalteng ini saja. Misalnya untuk angkutan sembako dan non-industri, selama ini sebenarnya sudah nyaris tidak lagi bisa menggunakan BBM subsidi dan terpaksa membeli BBM dengan harga yang jauh lebih tinggi. Karena apabila ingin mendapatkan BBM subsidi, mereka harus antre di SPBU, itu pun bisa dua sampai tiga hari baru dapat solarnya, sehingga mau tidak mau mereka harus membeli diluaran yang harganya jauh lebih tinggi, atau bisa juga membeli Dexlite yang harganya sudah 17 ribu lebih,” beber Hang Ali.
Akibat kondisi itu, jelas dia, untuk mengurangi biaya operasional (BBM), banyak pengusaha angkutan yang menahan diri dengan mengurangi frekuensi angkut.
“Ini menjadi dilematis. Permasalahannya operasional meningkat dampak harga BBM tinggi, sementara mereka tidak bisa menaikkan biaya angkut karena secara resmi harga BBM kan tidak naik,” ujarnya.
Lebih lanjut menurut Hang Ali Saputra yang menjabat sebagai Anggota DPR RI selama dua periode dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu, meski dirinya sepakat dengan rencana Pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, namun di lain sisi dirinya juga menilai bahwa subsidi tetap harus ada.
Dia menyontohkan, para pelaku Usaha Kecil Menengah Mikro (UMKM) dan pelaku industri akan terkena dampak yang lebih berat dan kesulitan karena akan mengacu kepada Harga Pokok Penjualan (HPP).
“Artinya, subsidi tidak dicabut total dan pukul rata sama sekali. Karena biar bagaimanapun, pada sektor-sektor tertentu akan sangat berdampak. Jadi mungkin salah satu solusinya ya bisa menggunakan aplikasi seperti yang diwacanakan itu, yakni menggunakan aplikasi MyPertamina,” ujarnya.
Penggunaan aplikasi sebagai syarat membeli BBM, kata dia, diharapkan akan mampu menekan penyimpangan penjualan BBM, khususnya yang bersubdidi.
Selain itu imbuh dia, jika ada sebagian pihak yang menilai pembelian BBM menggunakan aplikasi akan merepotkan masyarakat, ia justru menganggap untuk saat ini alasan tersebut dinilai tidak lagi relevan.
“Saya punya pengalaman beberapa hari lalu bertemu dengan beberapa pemulung di Kota Palangka Raya. Ternyata mereka menggunakan smartphone yang lumayan canggih. Dan ternyata, setelah saya tanya-tanya, cukup mengejutkan. Mereka mengaku smartphone itu mereka gunakan untuk mengakses dan membeli togel online. Artinya, anggapan bahwa masyarakat kita yang mohon maaf dianggap “kelas bawah” tidak mengerti teknologi, itu saat ini sudah tidak relevan lagi,” ungkapnya.
Yang terpenting tegas Hang Ali, sebenarnya yang harus dilakukan Pemerintah adalah memastikan pendistribusian subsidi yang tepat sasaran dan jumlah yang mencukupi. Sehingga nantinya subsidi BBM walaupun dinaikkan, tetap seimbang.
“Karena memang harus dinaikkan sih kalau bicara kita mengenai subsidi yang sudah terlalu besar. Kalau kita lihat memang bahwa subsidi BBM itu kan sudah di luar batas tapi kita berharap bahwa memang seharusnya apa yang disubsidikan pada masyarakat itu tepat,” ucap Hang Ali. (*)