INTIMNEWS.COM, JAKARTA – Semangat dan disiplin belajar semenjak usia dini mampu membawa sosok George Saa asal Papua menjadi pemenang First Step to Nobel Prize in Physics pada tahun 2004.
Semenjak Sekolah Dasar (SD), George Saa memiliki cita-cita sebagai seorang pilot. Berangkat dari hal itu, setiap kali pelajaran yang berkaitan dengan sains dan matematika harus dikuasainya. Menurut dia, dua mata pelajaran itu akan membawanya menuju cita-cita yang ingin diraihnya di masa mendatang.
Hal itu pun, rupanya membuahkan hasil yang manis, serangkaian pujian yang disematkan kepada dia dari guru yang mengajar kedua mata pelajaran itu pun kerap kali ia terima semasa dirinya menginjak di SD. Pujian ini pun menjadi energi tersendiri bagi sosok George di kala itu untuk semangat menerapkan disiplin belajar setiap waktu.
“Saya memang dulu suka kalau dipuji sama guru saya. Dibilang pintar, karena itu macam membuat saya semakin semangat,” kata George Saa dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang bertajuk “Tangguh Tanpa Mengeluh” pada Rabu 18 Agustus 2021.
Buaian pujian yang didapatkan semasa sekolah pun menjadikan dirinya semakin menyukai kedua mata pelajaran itu. Sehingga, menjadikan kedua pelajaran itu seolaholah terlihat sangat mudah ketika dikerjakan oleh dirinya. Dan benar saja memang cukup mudah dikerjakan olehnya saat itu.
Menyadari potensinya tersebut, seorang guru di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) menawarkannya, untuk mengikuti lomba sains dari mulai tingkat kota, kabupaten, hingga provinsi. Hasilnya pun mengejutkan, dia berhasil menjuarai seluruh lomba yang digelar pada semua tingkatan itu.
Berbekal prestasi itu, Ia pun akhirnya memutuskan untuk mengikuti olimpiade sains tingkat nasional yang kala itu diselenggarakan oleh instansi pemerintah pusat. Dari dukungan dana Otonomi Daerah (Otda) dirinya diberangkatkan oleh oleh pemerintah provinsi Papua untuk berlaga dalam perlombaan itu.
Pada ajang yang melombakan para pelajar pintar sains dari berbagai daerah di Indonesia itu, George berhasil mendapatkan juara pertama. Hal ini mematahkan anggapan bahwa orang Papua hanya mentok bisa berada di tingkatan regional provinsi.
“Anak Papua bisa menjuarai lomba olimpiade sains tingkat nasional karena selama ini tuh Papua paling mentok nya sampai di provinsi sampai ke Jakarta kalah terus,” tuturnya.
Keberhasilannya meraih berbagai prestasi itu, menarik perhatian Profesor Yohannes Surya. Ia pun dilatih untuk mengikuti lomba riset tingkat internasional pada tahun 2004. Dengan pelatihan tersebut, membuat dirinya semakin percaya diri untuk berlaga dalam kompetisi riset internasional.
Perlombaan riset internasional itu akhirnya membuahkan hasil yang manis. Makalah yang dibuatnya yang berjudul “Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor” berhasil menarik perhatian para juri. Hasilnya dia menjadi pemenang First Step to Nobel Prize in Physics pada tahun 2004.
“Saya senang menjuarai lomba tingkat internasional bagi saya bonus karena memang banyak berkorban untuk hal itu,” katanya.
Pencapaian George di tingkat internasional itu rupanya menginspirasi dirinya untuk membawa perubahan di tanah Papua. Khususnya, dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Papua di masa mendatang. Sehingga, masyarakat di sana dapat hidup lebih sejahtera dengan mengandalkan keahlian yang dimilikinya.
Oleh karena itu, dirinya berinisiatif membantu pemerintah dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat Papua yang bisa mengakses pendidikan. Sebab, masih ada penduduk Papua yang hingga saat ini masih belum mendapatkan akses pendidikan yang layak. Apalagi di daerah-daerah yang menjadi wilayah konflik di tanah Papua.
“Di sana, banyak masyarakat pada usia menginjak hampir 30 tahun yang baru merasakan pendidikan tingkat dasar,” tuturnya.
Dengan adanya bantuan yang diberikannya, Ia optimis, akan mendorong semangat berbagai pihak untuk melakukan hal yang sama terhadap peningkatan SDM di tanah Papua ke depannya. Sehingga, masyarakat Papua bisa mendapatkan keahlian yang bisa dipergunakan dalam bekerja melalui akses pendidikan.
Perubahan positif terhadap masyarakat Papua akan segera terwujud, bila semua bahumembahu dan bekerja sama. Dalam waktu yang relatif lebih cepat akan membuat masyarakat Papua menjadi lebih mandiri dalam menjalani kehidupannya.
“Saya sudah mendirikan pusat pelatihan pusat riset teknik dan pelatihan vokasi ada di Timika, Papua. Saya fokus untuk menjalankan itu,” katanya.
Kegiatan FMB9 juga bisa diikuti secara langsung di www.fmb9.go.id