website murah
website murah
website murah
website murah
website murah

Saksi dari Inspektorat Katingan Sebut Selisih Pembayaran Proyek GOR Tahap IV Sudah Diselesaikan Sejak Maret 2024

Pengambilan Sumpah terhadap para saksi di hadapan hakim. (Kawit)

INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pembangunan Gedung Olahraga (GOR) Tahap IV Kabupaten Katingan kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya, Rabu (23/4/2025). Sidang dimulai pukul 13.00 WIB hingga 17.10 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

JPU Robi Kurnia Wijaya dan Vijai Antonius Sipakkar menghadirkan tujuh saksi dalam sidang kelima tersebut. Keterangan para saksi menjadi bagian penting dalam pembuktian unsur tindak pidana yang didakwakan terhadap para terdakwa.

Empat saksi berasal dari Inspektorat Kabupaten Katingan, yakni Hadian Sosilo (Pembantu Penanggung Jawab), Lili M. Sholihudin (Pengendali Teknis), Purwo Aprianto (Ketua Tim), dan Mugeni (Anggota Tim). Tiga saksi lainnya adalah Dharmawan (mantan PPTK), Basuki Rakhmat (kontraktor), dan Pornomo (anggota Polri).

Saksi dari Inspektorat menjelaskan bahwa lembaganya telah melakukan audit terhadap pembangunan GOR pada tahap II, III, dan IV. Audit dilakukan berdasarkan surat tugas resmi dari Inspektur Kabupaten Katingan.

Audit khusus terhadap proyek GOR Tahap IV dilaksanakan menyusul permintaan rekomendasi sanksi daftar hitam terhadap kontraktor pelaksana, CV. Rungan Raya. Audit ini tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (LHPK) bernomor 700/03/LHP-K/INSP/2024 tertanggal 29 Februari 2024.

Dalam LHPK tersebut, proyek dinyatakan sebagai kontrak kritis karena mengalami keterlambatan signifikan. Penilaian itu mengacu pada Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) tentang ambang batas toleransi keterlambatan.

Untuk mengendalikan pelaksanaan proyek, PPK telah mengirim tiga surat teguran kepada penyedia jasa serta mengadakan tiga kali Show Cause Meeting (SCM). Namun, kontraktor gagal memenuhi target progres yang telah ditetapkan.

Hingga kontrak berakhir pada 30 Desember 2023, progres fisik pekerjaan baru mencapai 84,48 persen. Atas dasar itu, hubungan kerja diputus sepihak oleh PPK, dan proyek dinyatakan tidak selesai.

Audit Inspektorat menemukan adanya selisih progres fisik sebesar 8,94 persen atau senilai Rp541.942.800. Nilai itu dihitung berdasarkan pemeriksaan lapangan bersama pada 24 Januari 2024, melibatkan PPK, PPTK, konsultan pengawas, dan kepala dinas.

Ekspos hasil pemeriksaan kemudian digelar pada 19 Februari 2024. Rapat tersebut dihadiri Inspektur Katingan, Kepala Dinas, Tim Audit, PPK, Konsultan Pengawas, Direktur CV. Rungan Raya, serta penasihat hukum perusahaan.

Dari hasil ekspos itu, Inspektorat mengeluarkan dua rekomendasi. Pertama, pengguna anggaran menetapkan sanksi daftar hitam kepada CV. Rungan Raya. Kedua, Direktur CV. Rungan Raya atas nama Apries Undrekulana diminta mengembalikan selisih pembayaran sebesar Rp541.942.800 ke kas daerah.

Ketua Majelis Hakim Erhammudin dalam sidang menanyakan tindak lanjut dua rekomendasi tersebut. Inspektorat menyatakan bahwa terkait sanksi daftar hitam bukan kewenangan mereka, tetapi untuk pengembalian dana telah dilakukan pada 18 Maret 2024.

“Tim pemeriksa khusus hanya bertugas menyampaikan usulan, sehingga untuk point satu terkait tindak lanjut sanksi daftar hitam kami belum mengetahui karena bukan bidang kami, tapi terkait poin nomor dua soal selisih pembayaran itu sudah dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2024. Proses itu diselesaikan dalam tenggat waktu 60 hari sesuai ketentuan pengawasan internal pemerintah (APIP),” ungkap ketua Tim.

Menurut Inspektorat, selisih pembayaran dihitung berdasarkan satuan pekerjaan terpasang seperti pemasangan bata ringan, pengecatan, pemasangan ACP, lantai keramik, rolling door, instalasi listrik dan air, serta item teknis lainnya sesuai kontrak.

Dalam persidangan kelima ini, terungkap fakta menarik terkait pembayaran atas temuan kerugian negara yang dilakukan oleh terdakwa Risnaduar.

Berdasarkan keterangan saksi dan dokumen dalam persidangan, Risnaduar diketahui telah melakukan pembayaran atas temuan tersebut pada 18 Maret 2024.

Menariknya, pembayaran dilakukan oleh terdakwa Risnaduar, bukan oleh direktur CV. Rungan Raya sebagaimana tercantum dalam rekomendasi. Hal ini memunculkan perdebatan tentang sah tidaknya pengembalian dana oleh pihak selain rekanan.

“Faktanya pengembalian itu diterima, kami tahunya pembayaran itu sudah dilakukan ke kas daerah tertanggal 18 Maret 2024,” tegas ketua tim menjawab.

Fakta bahwa dana telah dikembalikan pada 18 Maret 2024 dinilai penting karena terjadi sebelum penyidikan dimulai pada 15 Mei 2024. Pengembalian ini menunjukkan penyelesaian administratif yang mendahului proses pidana.

Kendati demikian, jaksa tetap menjadikan selisih pembayaran itu sebagai bagian dari kerugian negara dalam dakwaan terhadap para terdakwa. Sidang kali ini memperjelas kedudukan objek yang dipersoalkan dan menanti pandangan ahli terkait keabsahan pengembalian dana.

Sidang akan dilanjutkan pada Senin, 29 April 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi dan terdakwa. Perkara ini menyita perhatian publik karena melibatkan proyek bernilai miliaran rupiah dari APBD 2023 dan munculnya isu aliran dana ke pejabat tinggi.

Salah satu sorotan tajam dalam persidangan kali ini adalah hilangnya Berita Acara Pemeriksaan (BAP) konfrontasi tertanggal 9 Desember, yang disebut memuat pernyataan terdakwa Risnaduar mengenai dugaan keterlibatan mantan Bupati Katingan berinisial SA dalam aliran dana proyek.

Publik pun bertanya-tanya, akankah sosok yang disebut itu dihadirkan di persidangan demi mengungkap kebenaran, atau justru menghilang di tengah pusaran perkara ini?. Di tengah polemik tersebut, harapan tetap menggema agar mereka yang tidak terbukti bersalah dibebaskan demi keadilan yang sebenar-benarnya.

Penulis: Redha/Maulana Kawit
Editor: Andrian

Berita Rekomendasi
Pasang Iklan