INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Arsinah (50) dan suami memilih menjadi pembudidaya ikan di masa senjanya. Alasannya sederhana, karena ingin di rumah untuk menghabiskan banyak waktu bersama cucu-cucunya. Namun, menjadi pembudidaya ikan di Palangka Raya ternyata tidak mudah. Tak jarang, putaran uang justru lebih banyak habis untuk membeli pakan ikan. Apalagi saat memasuki musim kemarau, perempuan yang akrab disapa Mama Suri itu mengaku sedih, sebab banyak ikan budidayanya yang mati terkena imbas pasang-surut Sungai Kahayan.
Menurut data Sensus Pertanian 2023 dari BPS Provinsi Kalimantan Tengah, Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) subsektor perikanan mencapai 45,35 ribu unit, turun sebanyak 1,15 ribu unit atau 3,25% dibandingkan dengan data pada sensus 2013 yakni sebanyak 35,50 ribu unit. Data ini menggambarkan jika pengurangan jumlah RTUP tersebut berbanding lurus dengan kesulitan yang dirasakan oleh masyarakat.
“Saya sudah sekitar lima tahun menjadi pembudidaya ikan Nila dan Bawal. Dulu hasilnya bagus, sekarang mundur sudah, kadak (tidak) meningkat lagi. Sebab harga umpannya naik,” ungkap Arsinah warga Pahandut Seberang Palangka Raya, Rabu 6 Desember 2023 saat wawancara di Bahalap Hotel.
Ia mengungkapkan jika harga pakan mengalami kenaikan sejak satu tahun terakhir. Harga satu sak pakan dengan berat 30 Kg untuk nomor satu (ikan kecil) dihargai Rp 410 Ribu, satu sak pakan nomor dua (ikan sedang) dihargai Rp 400 Ribu, dan satu sak pakan nomor tiga (ikan besar) dihargai Rp 390 Ribu. Di sisi lain ia butuh satu sak pakan tiap hari.
“Dulunya tiga ratus lima puluh sampai tiga ratus ribu, ya sekitar naik lima puluh ribu sekarang. Di samping harga pakan mahal, sekarang ini kita kalau panen kena dampak dari kemarau kemarin. Harga jual sedang tinggi, namun jumlah ikan berkurang karena banyak mati,” jawab Arsinah dengan suara rintih.
“Kita paling dapat lima pikul aja, satu pikul beratnya 100 Kg, biasanya dihargai Rp 3.850.000. Sebelum kemarau bisa sampai dapat tujuh pikul. Kita jualnya ke tengkulak, sementara panennya tiap tujuh bulan sekali,” sambungnya.
Selain persoalan mahalnya harga pakan, susahnya distribusi hasil budidaya ikan juga jadi keluhan yang disampaikan Arsinah. Ia berharap Pemerintah Kota bisa membantu menyediakan market ikan bagi pembudidaya ikan rumahan. Arsinah sendiri membudidayakan ikan Nila dan Bawal di belakang rumahnya dengan memanfaatkan aliran Sungai Kahayan.
Sebelum menjadi pembudidaya ikan, Arsinah membantu sang suami berjualan sayur. Jam kerja berjualan sayur yang mengharuskan bangun dini hari juga menjadi alasan mereka untuk mencoba usaha budidaya ikan sejak lima tahun lalu. Selama lima tahun, Arsinah mengaku tidak terlalu banyak mendapat keuntungan.
Bahkan saat diminta memberikan motivasi untuk generasi milenial yang akan mencoba usaha budidaya ikan, Arsinah tak banyak memberikan jawaban.
“Apa lah, ya jalani aja,” singkatnya.
Kondisi ini tentu agak memprihatinkan, terutama saat Peringatan Hari Ikan Nasional tahun ini pada 21 November lalu, Pemerintah mengambil tema ”Ikan untuk Generasi Emas”. Ikan tidak lagi dilihat sebatas komoditas ekonomi, tetapi telah menjadi asupan pangan utama guna menyiapkan generasi unggul 2045. Membesarnya manfaat ikan mensyaratkan perhatian lebih kepada nelayan kecil dan tradisional, termasuk di Pahandut Seberang Palangka Raya.
Editor: Andrian