INTIMNEWS COM, SAMPIT – Rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur membangun rumah Betang terbesar di Kalimantan tengah sekaligus pemindahan tugu perdamaian mendapatkan penolakan dari masyarakat Sampit. Hal ini tegaskan Ketua HMI Cabang Sampit, Rabbani.
Menurut Rabbani, tugu perdamain tersebut merupakan sejarah tragedi 2001. Saat itu kata dia, terjadi perang suku antara penduduk pribumi (Dayak) melawan penduduk pendatang (Madura). Tugu yang berkolaksi Km 3 Jalan Jendral Sudirman di Bundaran Balanga di anggap sakral di tempat tersebut.
“Menolak keras dipindahkanya tugu perdamaian tersebut, karena tugu perdamaian merupakan sejarah kelam tahun 2001 bentuk mempertahankan wilayah harkat dan martabat penduduk pribumi, secara lebih dalam tugu perdamaian merupakan jati diri masyarakat pribumi sehingga ketika dipindahkan adalah gambaran secara tidak langsung harkat martabat suku pribumi mudah digoyahkan,” ujar Rabbani, Kamis 1 Desember 2022.
Untuk itu, ia mengajak putra-putri asli Kalimantan Tengah untuk bersatu menolak rencana pemindahan pembangunan tersebut telah disetujui DPRD Kotim dalam pembahasan APBD 2023 yang dituangkan dalam Perda APBD Kotim.
“Dalam hal ini kami mengajak kepada seluruh masyarakat pribumi Kalimantan Tengah untuk bersatu menyuarakan menolak keras dipindahkan,” tuturnya.
Selain itu, Rabbani juga mempertanyakan terkait besarnya anggaran pembangunan rumah betang dengan anggara 6 miliar digelontorkan untuk tahap awal pembangunan pada 2023, terutama untuk pembiayaan lahan dengan lokasi di jalan lingkar utara Kota Sampit tersebut.
Menurutnya, falsafah huma betang sangat dipegang erat oleh masyarakat pribumi Kalimantan tengah sehingga huma betang menjadi salah satu iconic Kalimantan Tengah.
“Kami juga mempertanyakan total pembangunan Huma Betang yang dianggarkan 6 milliar rupiah tersebut,” pungkasnya.
Sebelumya, Pemkab Kotim rencananya apabila rumah betang tersebut sudah berdiri, tiang pantar atau tugu perdamaian di tengah Bundaran Balanga di Jalan Jenderal Sudirman, akan diusulkan dipindah ke halaman betang tersebut. (**)
Editor: Irga Fachreza