INTIMNEWS.COM, KUALA PEMBUANG – Aksi unjuk rasa dilakukan ratusan warga di depan perusahaan sawit PT Salonok Ladang Mas di Kecamatan Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kamis 24 Maret 2022.
Aksi yang digelar siang hari itu nyaris ricuh, para massa aksi dilarang untuk masuk ke dalam lingkungan pabrik. Ditahan barisan satpam perusahaan dan juga polisi, massa aksi menuntut dan mendesak agar bisa melakukan ritual hinting atau portal adat di dalam pabrik.
Di awal kedatangan massa aksi, sempat terjadi dialog antara Grand Manager PT Salonok Ladang Mas Riodyxman Sagala dan perwakilan massa. Namun karena tidak menemui titik temu, massa pun mendesak untuk masuk.
Aksi ini merupakan buntut dari sengketa lahan yang terjadi antara salah satu warga bernama Jainudin alias Ijai dengan PT Salonok Ladang Mas.
“Ini bukan urusan pribadi Ijai tetapi sudah masuk urusan adat, karena PT Salanok Ladang Mas tidak memenuhi tuntutan warga setelah 50 hari sejak sidang adat tanggal 7 februari 2022 lalu, maka kami akan laksanakan ritual hinting pali,” ucap salah satu damang yg mewakili pendemo.
Dimana dalam sidang tersebut, diputuskan bahwa PT Salonok Ladang Mas wajib mengganti rugi lahan seluas 8,5 hektare yang digunakan salam 14 tahun secara tidak sah dan mengganti rugi lahan yang digusur berupa 5.000 pohon tanaman karet dan buah-buahan di atas lahan tersebut.
Sempat terjadi keributan antar rombongan pendemo dengan karyawan maupun warga sekitar yang keberatan akan aksi tersebut karena dinilai tidak sesuai dengan lokasi yang menjadi sengketa.
Hingga pada siang hari, pihak manajeman perusahaan menerima perwakilan pendemo. Namun karena tidak ditemukan solusi, rombongan pendemo akhirnya melaksanakan ritual hinting di depan pabrik CPO PT Salanok Ladang Emas serta menutup aktivitas pabrik tersebut.
Sementara itu salah seorang warga yang tidak setuju dengan aksi tersebut menyatakan bahwa ritual hinting pali seharusnya di lokasi sengketa, bukan malah di lokasi pabrik dimana banyak warga Desa Sembuluh bekerja di perusahan sawit tersebut.
“Tanah sengketa ini lokasinya bukan dalam wilayah pabrik, tetapi di luar area perusahaan sawit ini. Karena di pabrik ini juga banyak warga desa yang mencari nafkah sebagai karyawan dan kami sangat tidak setuju dengan aksi ini,” kata Pak Ametro.
Editor: Andrian