INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – PT. Berkala Maju Bersama (BMB) mempertanyakan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang beberapa waktu lalu mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang mencabut 192 Izin Usaha Konsesi Kawasan Hutan, dimana salah satunya PT BMB.
Senior Manager dan HRGA PT BMB, H. Rudy Tresna Yudha saat diwawancarai oleh para awak media mengatakan bahwa Saat ini PT. BMB memiliki 5 perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) seluas 9.445,46 hektar.
Selain itu PT. BMB juga bermitra dengan skema petani Plasma di Kecamatan Kurun dan petani Mandiri di Kecamatan Manuhing yang masing-masing mengelola 3000 hektar.
“Pencabutan Izin Pelepasan Kawasan hutan konsesi yang sudah diperoleh PT. BMB pada tahun 2014 lalu, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak dari berbagai aspek,” ucap H. Rudy saat diwawancarai di Yandro’s Cafe, Palangka Raya pada Sabtu 8 Januari 2022.
Dia menambahkan bahwa Dari Sisi Perizinan PT. BMB merupakan Perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit yang sudah memperoleh SK Pelepasan Kawasan seluas 8.559,45 Hektar pada tahun 2014 yang saat ini telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas lebih kurang 12.000 Hektar.
Selain itu PT. BMB juga sudah terdaftar dalam OSS (Online Single Submission) atau perizinan berusaha terintegrasi secara online. Sehingga dengan adanya SK yang terbit akan terjadi kontradiktif dari sisi perizinan yakni perizinan kehutanan dan perkebunan.
Kemudian dari sisi Hukum Pertanahan, PT. BMB saat ini sudah memiliki HGU seluas 9.445,46 hektar yang juga mencakup luasan pelepasan kawasan 8.559,45 hektar dan saat ini sudah ditanami bahkan telah berdiri dan beroperasi pabrik kelapa sawit (PKS) di Kecamatan Manuhing dengan kapasitas 45-60 ton/jam.
“Bahkan pada tahun 2023 akan di operasionalkan PKS di Kecamatan Kurun dengan kapasitas 45-60 ton/jam. Dengan terbitnya SK tersebut artinya menambah ketidakjelasan status dan fungsi areal saat ini, yang mana HGU hanya bisa terbit di areal APL,” lanjut H. Rudy.
Sementara itu dari aspek hak keperdataan juga dipertanyakan bagaimana status investasi kebun yang sudah existing saat ini.
Serta aspek yang sangat penting adalah terkait dengan ketenagakerjaan karena apabila Izin PT. BMB benar-benar dicabut akan menambah beban pemerintah yang mana lebih dari 900 karyawan akan kehilangan pekerjaan yang sebagian besar merupakan pekerja dari penduduk lokal setempat.
Karena pihaknya menilai memang hakekatnya pendirian PT BMB yakni untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal Kabupaten Gunung Mas dimana Kabupaten tersebut notabene nya merupakan kabupaten pemekaran.
“Selanjutnya dari aspek sosial, bahwa masyarakat sekitar perkebunan yang menjadi peserta kebun plasma PT. BMB juga pasti kehilangan kebun plasma, dan ini dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak dimasyarakat,” lanjutnya.
Dari aspek pembiayaan perbankan juga di khawatirkan akan berpengaruh. Saat ini BMB secara bertahap terus melakukan kegiatan pengembangan investasi perkebunan sawit di areal yang mana izin pelepasan kawasan hutannya dicabut, sampai mencukupi luasan areal yang sudah diberikan HGU oleh pemerintah.
Hingga saat ini PT. BMB belum pernah mendapat peringatan tertulis dari Dinas Perkebunan khususnya, selain itu secara nilai, bahwa penilaian Usaha Perkebunan (PUP) PT BMB cukup baik, disisi lain juga pihak perusahaan tidak pernah mendapatkan peringatan tertulis terkait evaluasi penggunaan lahan HGU dari Kementerian ATR/BPN.
“Artinya lahan yang diberikan, HGU aktif digunakan dalam investasi perkebunan sawit dan tidak menjadi tanah terlantar. Oleh sebab itu kami mengharapkan Pemerintah agar meninjau kembali SK Menteri KLHK tersebut untuk kepastian investasi kami.” tutupnya.
Editor: Andrian