INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Guru Besar Universitas Hayam Muruk (UHM) Prof Abdul Mongid mengingatkan bahaya inflasi yang terjadi karena naiknya harga Bahan Bakar Minya (BBM) subsidi beberapa waktu lalu. Hal itu disampaikan Prof Abdul Mongid saat menjadi pembicara dalam Media Update dan Journalist Class yang digagas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Tengah di Palangka Raya, 27 September 2022.
Abdul Mongid mengatakan pemerintah daerah tidak boleh menganggap tingkat inflasi di daerahnya masing-masing. Pasalnya menurut dia, Inflasi itu sangat kejam seperti halnya pencuri.
“Kenapa saya katakan pencuri, karena kita tidak merasa uang kita hilang. Seperti itu kerja Inflasi, kita tidak merasakan uang kita cepat habis karena harga barang mahal,” jelasnya.
Guru besar yang aktif dalam menulis soal ekonomi ini mengatakan bahwa langkah yang dilakukan oleh pemerintah saat ini bukanlah solusi yang tepat. Karena hanya berdampak pada jangka pendek.
Seperti halnya dengan menggelar operasi pasar atau pasar penyeimbang itu hanya berdampak jangka pendek. Tapi tidak bisa menekan laju inflasi dalam jangka panjang.
Menurut dia, selama daerah kebutuhan pokoknya masih tergantung dengan daerah lain maka akan sulit menekan laju inflasi jika harga BBM naik. Untuk itu, pemerintah dituntut untuk bisa berinovasi menghasilkan kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri.
Selain itu, kata dia karakter atau gaya hidup masyarakat juga turut mempengaruhi laju inflasi. “Contohnya saat ini generasi kita sekarang kalau sarapan rata-rata dengan mie instan. Tahu tidak, bahan dasar mie instan adalah gandum yang tidak diproduksi di Indonesia,” jelasnya.
Sehingga dibutuhkan inovasi pemerintah untuk menekan fenomena tersebut. Misalnya dengan menciptakan mie instan yang bahan bakunya dari singkong.
Abdul Mongid juga menegaskan bahwa jika laju inflasi tidak bisa ditekan, makan akan menimbulkan krisis eknomi. “Dampan kenaikan BBM lebih keras dibandikan dampak covid-19,” tegasnya. (*)