Oleh: Maman Wiharja (Wartawan Senior Kalimantan Tengah)
Puncak demokrasi yang dijadwalkan pada Rabu 27 November 2024 tinggal menghitung hari lagi. Pemilu serentak di Kotawaringin Barat yang dikenal dengan sebutan ‘Marunting Batu Aji’ terbukti cukup menegangkan.
Dibandingkan dengan Pilkada Kobar tahun 2017 yang menampilkan lima pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota, siklus pemilu saat ini jauh lebih intens. Hal ini terutama disebabkan karena hanya ada dua pasangan calon yang bersaing memperebutkan posisi pada Pilkada Serentak 2024.
Berdasarkan daftar pemilih yang dilaporkan KPU Kotawaringin Barat (Kobar), terdapat 201.834 pemilih terdaftar, terdiri dari 103.074 laki-laki dan 98.760 perempuan.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, menyoroti meningkatnya risiko politik uang jika hanya ada dua pasangan calon yang hadir di satu daerah. Politik uang mengacu pada praktik menawarkan uang atau insentif lain kepada pemilih untuk mempengaruhi pilihan pemilu mereka.
Fenomena ini dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti pembagian uang tunai, barang, atau janji-janji politik, dan sering disebut sebagai “penggerebekan fajar” yang terjadi menjelang hari pemilu.
Menurut Feradis dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Riau, dalam tulisan yang dimuat di platform media sosial pada 13 Oktober 2024 disebutkan bahwa politik uang berdampak sangat merugikan terhadap demokrasi.
1) Praktik ini menghambat pemilihan pemimpin yang berintegritas, karena pemilih lebih dipengaruhi oleh uang atau hadiah dibandingkan visi dan misi kandidat. Akibatnya, kandidat yang kurang kompeten bisa saja memenangkan pemilu dengan memanfaatkan politik uang.
2) Politik uang melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi, menyebabkan banyak orang menganggap pemilu hanya sebagai pasar untuk memperoleh suara.
3) Selain itu, politik uang meningkatkan kemungkinan korupsi di kalangan pejabat terpilih, karena mereka cenderung mencari cara untuk menutup biaya yang dikeluarkan selama kampanye.
Dengan demikian, politik uang tidak hanya merugikan integritas proses demokrasi yang adil namun juga membahayakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Memerangi politik uang sangat penting untuk menjaga kualitas demokrasi dan memastikan bahwa pemimpin terpilih layak dan mampu memajukan masyarakat.
CARA MENOLAK POLITIK UANG:
1. Pendidikan masyarakat sangat penting. Masyarakat harus diberi informasi mengenai bahaya politik uang terhadap demokrasi dan dampak jangka panjangnya terhadap kualitas kepemimpinan. Kampanye yang memanfaatkan media sosial, seminar, dan diskusi komunitas dapat meningkatkan kesadaran.
2. Partisipasi aktif masyarakat sangatlah penting. Individu harus berani menolak tawaran uang atau barang apa pun dari kandidat atau tim kampanyenya. Selain itu, mereka harus melaporkan praktik tersebut kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) jika ditemukan.
3. Diperlukan kolaborasi dengan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pemerintah dan LSM dapat bekerja sama untuk mengawasi dan memantau pemilu. Bawaslu, bekerja sama dengan masyarakat, dapat membentuk tim pemantau lokal untuk mengidentifikasi kasus-kasus politik uang.
4. Memperkuat kerangka hukum dan sanksi merupakan hal yang sangat penting. Penegakan sanksi tegas terhadap pelaku politik uang penting untuk mencegah perilaku tersebut. Proses hukum yang cepat dan transparan juga dapat membantu mencegah meluasnya praktik-praktik ini.
5. Memulai kampanye anti politik uang sangatlah penting. Melalui gerakan dan kampanye seperti “Tolak Amplop”, masyarakat dapat mengekspresikan komitmennya untuk melawan godaan politik uang. Inisiatif ini dapat dipimpin oleh komunitas lokal, pelajar, dan tokoh masyarakat, untuk menumbuhkan budaya pemilu yang lebih bersih.
Melalui upaya kolektif, politik uang dapat dikurangi sehingga mengarah pada demokrasi yang lebih transparan dan berkualitas tinggi di Indonesia.
Feradis menegaskan, generasi muda berperan penting dalam menolak politik uang dan menumbuhkan budaya demokrasi yang sehat. Sebagai agen perubahan, mereka dapat meningkatkan kesadaran tentang bahaya politik uang melalui kampanye media sosial, seminar, dan diskusi publik.
Partisipasi aktif dalam pemilu juga penting, baik dengan menjadi sukarelawan sebagai pemantau pemilu atau mendukung kandidat yang berintegritas. Selain itu, generasi muda dapat mendorong teman-temannya untuk menolak godaan politik uang dan melaporkan praktik-praktik tersebut.
Dengan pengetahuan dan semangat yang dimiliki, generasi muda dapat berkontribusi dalam menciptakan proses demokrasi di Indonesia yang lebih bersih dan transparan. Pengamatan penulis selaras dengan tren yang disoroti Feradis. Masyarakat cerdas dan cerdas di Kabupaten Kobar diharapkan bersatu menolak politik uang. Semoga***