INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Asisten II Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) Alang Arianto mengatakan akan melakukan pembahasan setelah pihaknya melakukan peninjauan lapangan di lahan PT BSL. Hal tersebut disampaikan pada forum diskusi yang digelar di Aula Kantor Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang.
“Setelah peninjauan terkait lahan PT BSL ini masih dibahas lagi di tingkat Kabupaten Kotawaringin Timur,” kata Alang, Senin 20 Maret 2023.
Kegiatan forum diskusi juga didampingi Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Kotim ini dihadin Anggota DPRD Kalteng Alexius Esliter dari dapil Kotim dan Seruyan, serta OPD terkait.
Alang mengatakan, dalam forum tersebut disampaikan beberapa kesimpulan yaitu kepada masyarakat agar menginventarisir nama-nama dan pemilik lahan, termasuk dokumen penguasaan masyarakat di atas perizininan PT Bintang Sakti Lenggana (BSL) sebagai bahan analisa dan proses lebih lanjut. Dokumen perolehan masyarakat dari program PTSL melalui (BPN) agar disampaikan ke Bupati Kotawaringin Timur.
“Baik yang setuju maupun yang menolak untuk dibebaskan atau ganti rugi lahan oleh PT BSL. Namun Sebagian masyarakat Desa Tumbang Ramei menginginkan ikut bergabung untuk menjadi mitra dengan PT BSL,” imbuhnya.
Sementara masyarakat yang tetap menolak investor masuk dalam kerja sama dengan PT BSL dengan harapan areal yang ada potensi tegakannya akan dikelola sendiri oleh masyarakat adat Desa Tumbang Ramel Kecamatan Antang Kalang.
Diberitakan sebelumnya, Pemkab Kotim mengeluarkan hasil peninjauan lapangan di areal PT Bintang Sakti Lenggana (BSL) oleh Tim Evaluasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
“Peninjauan dilaksanakan Pada Hari Selasa 13 Desember 2022 bertempat di Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang,” kata Asisten II Setda Kotim Alang Arianto.
Diketahui di tengah menipisnya hutan Kotim, izin untuk perkebunan kelapa sawit ternyata terbit lagi, bahkan sekitar 4.000 hektare hutan asli di wilayah Desa Tumbang Ramei kini terancam hilang.
Namun demikian warga setempat beserta pihak desa kompak menolak, karena itulah satu-satunya hutan yang masih tersisa saat ini. Bahkan sebagai bentuk protes mereka kini sudah menyurati Bupati Kotim, H Halikinnor perihal penolakan mereka terhadap izin baru PT BSL di wilayah desa tersebut.
Adapun masalah tersebut mencuat kembali setelah beberapa warga didatangi oleh utusan dari perusahaan untuk meminta kepala desa menandatangani sebuah dokumen persetujuan pemasangan tanda batas di wilayah Desa Tumbang Ramei, namun oleh warga ditolak.
Kades Tumbang Ramei, Natalis dan Kepala BPD Wandi mengakui penolakan masyarakat ini karena masyarakat di wilayah itu ingin mempertahankan hutan itu sebagai hutan terakhir bagi mereka. (**)
Editor: Irga Fachreza