INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Star Syndrome memang banyak dari klub peserta Agustiar Sabran Cup 2022 menyasar pemain muda. Mental yang belum stabil dengan karakter diri yang belum terbentuk sempurna membuat mereka tidak kuat menahan sorotan berlebihan dari publik.
Hal inilah yang disadari oleh Ketua Panitia Agustiar Sabran Cup, Ahmadi Riansyah. Dengan materi pemain 20 persen merupakan pemain muda, panitia menaruh perhatian khusus untuk menjaga mental para pemain. Sehingga bisa terhindar dari star syndrome tersebut.
Ahmadi Riansyah menuturkan ada cara khusus yang diterapkan klub untuk mencegah para pemain mudanya mengalami star syndrome. Salah satunya dengan menjadikan pemain jawa sebagai mentor. Selain menjadi rekan bermain, pemain Jawa tersebut juga mendapat tugas untuk mengawasi dan memandu para juniornya.
Sehingga pemain muda dapat belajar bagaimana menghadapi sorotan yang berlebihan dari para pemain Jawa yang didatangkan klub tersebut.
“Kalau dari kita kunci pemain muda tidak kebablasan merasa jadi kuat ya ada di tangan pemain Jawa. Karena di tangan mereka, pemain muda dapat menimba ilmu dan pengalaman agar lebih bijaksana mengadapi segala teknik cara bermain dan sorotan yang diterima,” ujarnya.
Misinya, menegakkan keadilan. Pihaknya mengaku saat ini keseimbangan antara pemain muda dan pemain Jawa di tim peserta agak sedikit kurang berjalan baik.
Komunikasi dan kerja sama dari kedua generasi tersebut pun dapat terjaga. Pihaknya berharap pemain muda di turnamen Agustiar Sabran Cup tersebut dapat terus mengingat tujuan utamanya bermain sepak bola.
Sehingga mereka akan terus bekerja keras agar dapat mencapai masanya dalam karir dan memberikan kontribusi maksimal untuk klubnya.
“Alhamdulillah hubungan senior junior di Agustiar Sabran Cup cukup bagus. Ya semoga saja dalam event ini dan ke depan pemain muda tersebut dapat matang secara karir dan memang menjadi bintang yang seharusnya,” pungkasnya.
Sementara itu Sekjen PSSI Kobar Samsudinnur menambahkan, selain pemain senior, tim pelatih juga memiliki peran penting dalam mengontrol ego pemain muda.
Karena bagaimanapun setiap pelatih wajib mengetahui kondisi para pemainnya. Maka, pihaknya menekankan pentingnya penguasaan ilmu psikologi olahraga bagi para pelatih.
Sehingga jika memang gejala tersebut ditemukan pada diri pemain, pelatih dapat dengan cepat memberikan tindakan tepat agar gejala tersebut tidak semakin parah.
“Pelatih tidak boleh hanya jago dalam teknis saja. Tapi nonteknis pun harus bisa. Itu semua merupakan ilmu dasar yang harus dikuasai agar dapat menjalankan instruksi seperti saat ini,” ujarnya.
Meskipun butuh penanganan khusus, pihaknya mengingatkan pantang adanya paksaan dan peringatan keras bagi para pemain yang mengalami gejala star syndrome.
Pasalnya jika hal tersebut dilakukan, bukannya sembuh sang pemain justru akan melawan. Atau bahkan justru sebaliknya yakni kehilangan kepercayaan diri.
Maka, perlu adanya pendekatan yang persuasif. Sehingga pemain muda dapat menyadari kesalahan dan dapat kembali menjadi pemain yang baik dan bekerja keras untuk mencapai masanya.
“Kita selalu ingatkan ke pemain kesuksesan tidak ada yang instan. Semua harus dilalui dengan proses panjang. Maka, kalau ingin menjadi pemain sesungguhnya ya mereka harus kerja keras, latihan tekun dan yang penting tetap rendah hati dan baik pada sesama,” jelas Samsudinnur.
“Insya Allah jika semua dilakukan, mereka bisa menjadi pemain hebat di masa yang akan datang,” pungkasnya.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian