INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Persoalan kenaikan tarif retribusi pasar yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 8 tahun 2023 menjadi sorotan utama para pedagang di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Hingga akhir pembahasan dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang berlangsung di DPRD Kobar pada Selasa, (9/7/2024), masih belum ada kesepakatan terkait nominal tarif yang dinilai memberatkan pedagang.
RDP yang berakhir hingga sore hari itu mempertemukan pihak eksekutif dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kobar dan legislatif dari DPRD, namun belum menghasilkan jawaban pasti. Mereka masih menunggu koordinasi dari Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Pemkab Kobar dengan pemerintah provinsi Kalimantan Tengah untuk menentukan apakah pedagang bisa diberikan keringanan tarif yang lebih rendah dari yang ditetapkan dalam Perda nomor 8 tahun 2023.
Wakil Ketua I DPRD Kobar, Mulyadin, menyatakan bahwa keberatan yang disampaikan oleh Asosiasi Pedagang Pasar Pangkalan Bun (Aspek) dapat dimengerti.
“Terutama karena saat ini kunjungan pembeli ke pasar menurun. Fokus kami adalah bagaimana mengupayakan revisi tarif retribusi pasar yang diatur dalam Perda nomor 8 Tahun 2023, sehingga nominal tarif bisa kembali ke awal sesuai aspirasi asosiasi pedagang pasar,” jelas Mulyadin.
Namun demikian, Mulyadin mengakui bahwa pihaknya belum bisa memberikan jawaban pasti terkait apakah tarif baru yang diatur dalam Perda nomor 8 tahun 2023 dapat kembali ke nominal seperti saat pandemi COVID-19 yang diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) nomor 9 tahun 2021.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Pangkalan Bun Kabupaten Kobar, Mustafa Albanjarie, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menunggu lebih dari dua bulan untuk mendapatkan kejelasan terkait tuntutan agar tarif retribusi pasar dapat kembali seperti semula atau adanya penundaan penerapan tarif.
“Namun, karena ada aturan yang menyatakan bahwa revisi Perda baru bisa dilakukan minimal dua tahun setelah disahkan, kami harus menunggu konsultasi lebih lanjut dengan pemerintah provinsi bahkan hingga Kementerian Dalam Negeri,” urai Mustafa.
Meski demikian, Mustafa menyatakan bahwa pihaknya akan menerima ketentuan tersebut jika memang demikian adanya. “Kami berharap pemerintah memahami bahwa penerapan tarif retribusi ini tidak memberatkan pedagang. Kami berharap jawaban secepatnya setelah dinas terkait berkoordinasi dengan pihak provinsi,” tutur Mustafa.
Mustafa menegaskan bahwa jika kenaikan tarif tersebut tetap diterapkan, hal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan di kalangan pedagang.
“Bayangkan saja, kenaikannya sekitar 450%. Tarif retribusi lama sebesar Rp 2.500 per hari kini naik menjadi Rp 13.000 per hari sesuai dengan Perda nomor 8 tahun 2023. Tentu ini akan sangat memberatkan pedagang,” pungkas Mustafa.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian