website murah
website murah
website murah
website murah
website murah

Pakar Hukum HTN FH UPR Khawatirkan Putusan MK Perihal Batasan Umur Capres Cawapres

Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya, Hilyatul Asfia S.H., M.H. (Ist)

INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum perihal batasan usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Ketua MK Anwar Usman menyatakan bahwa batasan usia capres-cawapres tetap berada pada 40 tahun, kecuali jika calon tersebut memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. Tentunya perubahan tersebut menjadi pintu gerbang bagi para pihak yang hendak mencalonkan diri meski berada dibawah batasan usia asalkan memiliki pengalaman sebagai Kepala Daerah.

“Sehingga sepanjang ikut pemilu, privilege kepala daerah atau elected official ini menjadi keuntungan tersendiri bagi para pihak yang hendak mencalon nantinya meskipun batasan umur nya tidak terpenuhi”, jelasnya.

Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya, Hilyatul Asfia menuturkan kekhawatirannya atas putusan tersebut. “Saya rasa keputusan ini dapat merusak sistem ketatanegaraan yang ada dan dapat berpengaruh pada legitimasi marwah lembaga Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga Yudikatif,” ucapnya.

Dosen Ilmu Negara FH UPR ini menjelaskan MK sebagai sebuah lembaga peradilan hanya memiliki kewenangan untuk menilai validitas dan keberlakuan norma-norma hukum yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden sebagai legislator positif.

Pasang Iklan

“MK tidak memiliki wewenang untuk membuat undang-undang atau dalam hal ini membuat norma baru, karena fungsinya sebagai negative legislator,” jelas alumni Berprestasi FH UII tersebut.

Fia sapaan akrab dosen muda tersebut menerangkan kekuasaan yudikatif MK tertuang secara jelas dalam Pasal 24 C UUD NRI 1945, yakni:

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

“Dengan kata lain kewenangan MK sebatas hanya untuk membatalkan atau mempertahankan norma yang telah dibentuk oleh DPR dan Presiden,” jelasnya.

Ia juga memaparkan bahwa putusan tersebut dapat merusak legitimasi pemilu dan menciderai kepercayaan publik pada konstestasi pemilu yang akan datang. “Keputusan yang diambil tanpa keterlibatan publik yang memadai cenderung memicu protes dan demonstrasi, mengancam stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi,” pungkasnya.

“Terlebih Putusan ini hadir menjelang terjadinya pendaftaran calon presiden dan wakil presiden yaitu Kamis, 19 Oktober 2023 hingga Rabu, 25 Oktober 2023 sebagaimana peraturan KPU,” tutup Fia. (**)

Pasang Iklan

Editor: Andrian

Berita Rekomendasi
Pasang Iklan