PALANGKA RAYA – Pemanfaatan perhutanan sosial yang optimal bisa mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di Kalimantan Tengah. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bappedalitbang Provinsi Kalteng, Dr. H. Kaspinor, SE., M.Si dalam kegiatan rapat pembahasan pelaksanaan perhutanan sosial, Selasa 5 Juli 2022.
“Dengan ketersediaan luas hutan di Kalteng, harusnya dapat mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di masyarakat,” ujarnya.
Namun, menurut Kaspinor, hambatan pengembangan perhutanan sosial kadang ditemui dalam proses pengurusan perizinan. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab pemanfaatan perhutanan sosial tidak optimal.
Luas perhutanan sosial di Kalteng sendiri ada di kisaran 270.000 hektar. Sementara jumlah petani atau pengelolanya ada di kisaran 23.000 Kepala Keluarga.
“Dengan angka itu saya rasa harus kita tingkatkan lagi jumlah masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan perhutanan sosial ini, seperti di awal tujuannya adalah untuk pengentasan angka kemiskinan dan pengangguran,” kata Kaspinor.
“Kita juga harus bisa mengoptimalkan SDA yang ada di hutan dan meningkatkan kualitas SDM masyarakat yang mengelola. Selain itu juga lebih memaksimalkan kehadiran plasma dan CSR dari setiap perusahaan yang ada,” sambungnya.
Sementara itu, Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air dari Bapenas, Dr. Nur Hygiawati Rahayu, ST, MSc menyampaikan bahwa kehadiran perhutanan sosial memang ditujukan untuk mengatasi kemiskinan di daerah.
“Kita sama-sama mencari rumusan untuk bagaimana memanfaatkan dan mengoptimalkan kawasan perhutanan sosial. Masing-masing daerah di Indonesia punya ciri khas dan keunikan sendiri pada perhutanan sosial yang dimiliki,” tuturnya.
Untuk kesempatan kali ini, ia menjelaskan bahwa pihaknya akan fokus terlebih dahulu untuk perhutanan sosial di Kabupaten Pulang Pisau, terutama di beberapa desa yang ada.
Senada dengan Kaspinor, Nur Hygiawati menyebut jika SDM yang berkualitas adalah modal besar untuk pengembangan perhutanan sosial.
“Pengelolaan perhutanan sosial yang baik, terutama di daerah Kalteng, kuncinya ada di SDM yang berkualitas. Baik itu petaninya maupun pendampingnya,” bebernya.
“Sehingga selain bisa menjadi sumber untuk mengambil hasil SDA, nantinya juga bisa menjadi mengelola langsung hasil industri hutan,” lanjut .
Rapat ini turut mengundang dinas terkait serta beberapa NGO (Non-Governmental Organization) yang bergerak di bidang hutan dan lingkungan.
Editor: Andrian